Farmasi UGM – Perkembangan teknologi kesehatan di dunia memang diharapkan oleh banyak pihak. Bagaimana tidak, kecanggihan teknologi berpeluang besar untuk meningkatkan kualitas hidup manusia baik masa kini maupun masa mendatang. Sayangnya, hal ini juga dibarengi dengan peningkatan biaya/anggaran yang dibutuhkan. Untuk beberapa kalangan yang dianggap mampu tentu tidak menjadi masalah, namun bagi masyarakat kecil menengah kenaikan biaya kesehatan sangat membebani mereka. Lalu bagaimana cara pemerintah menanganinya?
Berdasarkan amanat Perpres No.12 tahun 2013 pasal 43 yang memuat tentang tanggung jawab Menteri untuk melakukan Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessment) maka dibentuklah Komite Health Technology Assessment (HTA) sesuai dengan Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 171/Menkes/SK/IV/2014. Inti dari tugas komite tersebut adalah mengevaluasi teknologi kesehatan yang ada di Indonesia untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini jugalah yang kemudian melatar belakangi dibentuknya Pusat Kajian Farmakoekonomi dan HTA di Fakultas Farmasi UGM. “Tugas kami adalah menyediakan data yang diperlukan untuk melakukan assessment.” ungkap Dr. Tri Murti Andayani, Sp.FRS., Apt. selaku Ketua Pusat Kajian HTA Fakultas Farmasi UGM.
Tri juga menyinggung mengenai data-data yang dimaksud dapat berupa data biaya, efektivitas, terapi, dan keamanan. Di sisi lain pusat kajian yang dibentuk sejak Oktober 2017 memiliki komitmen untuk mengembangkan alat ukur dan metode-metode dalam Farmakoekonomi, serta mengadakan pelatihan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) HTA. Salah satu bentuk nyata dari komitmen Pusat Kajian Farmakoekonomi dan HTA UGM adalah dengan mengadakan Workshop HTA dan Farmakoekonomi yang diselenggarakan pada tanggal 20 hingga 24 November 2017. Dalam kegiatan ini, selain UGM ada dua universitas lain yang turut menginisiasi, yakni Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) dan Universitas padjajaran (UNPAD).
Tujuan dari diadakannya workshop ini sendiri adalah untuk meningkatkan capacity building mengenai Farmakoekonomi dan HTA para staf pengajar di Indonesia. Senada dengan itu, Prof. Dr. Agung Endro Nugroho, M.Si., Apt. dalam sambutannya meyakini bahwa ini merupakan langkah yang baik untuk lebih mendalami bidang ilmu Farmakoekonomi dan HTA. “Kami yakin jika berbagai pihak dapat bersinergi, tidak menutup kemungkinan untuk Farmakoekonomi akan berkembang pesat di Indonesia.” ungkap Agung. Selama lima hari, para peserta akan didampingi oleh narasumber dari berbagai latar belakang. Salah satu yang menjadi narasumber adalah Prof. Iwan Dwi Prahasto, M.Med.Sc dari Fakultas Kedokteran UGM. Beliau membawakan materi tentang dasar-dasar HTA. “Melalui kajian ini, kita akan tahu bagaimana cara menyesuaikan biaya kesehatan dengan kemampuan masyarakat secara luas tanpa mengurangi kualitasnya.” kata Iwan.
Melihat antusias peserta, koordinator acara, M.Rifqi Rokhman, M.Sc., Apt. mengatakan bahwa kemungkinan perlu diadakannya workshop lanjutan, “Saat ini kita baru mengundang dosen dari berbagai universitas di Indonesia, namun kedepannya kita akan mengadakan acara serupa dengan mengundang partisipasi pihak lain di luar instansi pendidikan.” kata Rifqi. (Yeny/ Humas FA)