KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Wahyudi Anggoro Hadi, S.Farm., Apt., menjadi salah satu pembicara dalam Halal bi Halal KAGAMA Farmasi, Sabtu (20/6/2020).
Dalam cara daring bertajuk Guyub Rukun Kagama Farmasi, dari Desa Sampai Dunia itu, Yudi bercerita tentang masa perkuliahannya.
Dia juga memaparkan kiprahnya selama menjadi lurah desa Panggungharjo, Sewon, Bantul.
Yudi teringat pada 2005 dirinya sudah membulatkan tekad untuk mengundurkan diri dari UGM.
Maklum dia sudah menghabiskan delapan tahun waktu studi, tetapi belum juga lulus.
Yudi akhirnya memberanikan diri menulis surat perjanjian dan diserahkan pihak akademik kampus.
Isinya tak lain adalah siap mengundurkan diri jika pada 2006 tugas akhirnya tidak selesai.
Bahkan, Yudi juga sudah sempat mendirikan KADOGAMA (Keluarga Alumni Dropout UGM) pada 2005.
Namun, niat untuk mundur diurungkan Yudi setelah bertemu Dekan Farmasi UGM kala itu, Prof. Marchaban.
“Dua minggu setelah menyerahkan surat, saya ke kampus untuk mengambil transkrip,” kata Yudi.
“Pada saat itu, saya ditanya Pak Marchaban, ’Sudah lulus belum? Ayo diluluskan!’,” kenang alumnus Fakultas Farmasi UGM angkatan 1997 itu.
Dari pertemuan itu, Yudi disarankan Prof. Marchaban untuk mencabut surat pengunduran diri.
Pesan dari sang dekan pun bak penyelamat baginya. Sebab, Yudi akhirnya lulus pada 2008 meskipun menurutnya memegang rekor IPK terendah di UGM: 2,04.
Dia pun lulus dengan melewati tiga pergantian rektor. Masuk pada masa kepemimpinan Prof. Soekanto Reksohadiprodjo, lulus pada era Prof. Soedjarwadi.
“Saya kira tidak akan ada alumni yang lulus dengan IPK serendah itu,” ujar Yudi, berkelakar.
Meskipun lulus dari UGM dengan susah payah, Yudi mereguk hal yang membanggakan setelahnya.
Pasalnya, UGM memberikan dua penghargaan kepadanya. Yakni sebagai alumni berprestasi di bidang kebudayaan (2016), dan bidang pemberdayaan masyarakat (2019).
Yudi sadar bahwa dua prestasinya memang jauh dari disiplin ilmu sebagai apoteker.
Kendati demikian, ada satu ilmu yang didapat semasa kuliah dan dia terapkan selama memimpin Desa Panggungharjo. Ilmu itu adalah seni meracik.
“Prinsip seni meracik adalah hal yang senantiasa saya gunakan untuk membangun desa,” tuturnya.
Yudi mulai menjabat sebagai lurah desa Panggungharjo sejak 2012. Itu artinya, tahun ini dirinya sudah memasuki periode kedua hingga 2024 nanti.
Keputusan Yudi untuk mengabdi di desa tempat tinggalnya bukan hadir tanpa alasan.
Sebab, dia memiliki tiga alasan kuat mengapa harus kembali ke desa. Alasan pertama adalah desa punya tiga komoditas masa depan dunia.
“Desa memiliki tiga komoditas strategis untuk masa depan dunia. Desa punya air brersih, udara bersih, dan pangan sehat,” tutur Yudi.
“Komoditas strategis itu harus kita jaga,” beber lelaki kelahiran 1979 ini.
Menurut Yudi, air, udara, dan pangan akan menentukan arah dunia akan berjalan.
Sebab, kelak orang tidak akan lagi berperang memperebutkan sumber energi dan tambang.
Menjaga desa pun dipandang penting bagi Yudi agar tiga komoditas itu tidak dikuasai oleh perusahaan multinasional asing.
Alasan selanjutnya mengapa Yudi menjadi lurah adalah ingin melakukan perlawanan terhadap politik uang. Kata dia, politik harus dijalankan dengan bersih dan santun.
Alasan ketiga, alias yang terakhir, Yudi ingin mengembalikan pranata sosial di tataran desa, yakni agama dan kebudayaan.
“Selama agama hanya dimaknai sebagai ritus, dan budaya hanya dimaknai sebagai pertunjukan, dua hal itu akan kehilangan makna,” tutur Yudi.
“Hal itu sudah mulai terlihat dengan tidak adanya penghormatan anak kepada orang tua, dan murid kepada gurunya,” terangnya.
Selain itu, kata Yudi, dalam pemanfaatan lahan, manusia juga mesti membangun relasi dengan alam, relasi dengan Tuhan, dan relasi dengan sesama manusia.
Kemunculan wabah Covid-19 pun dinilai Yudi mendekonstruksi tatanan sosial.
Sebab, semuanya dibangun kembali dengan gagasan yang berangkat dari desa.
“Puncak dari realasi sosial adalah kekeluargaan, puncak dari relasi ekonomi adalah kerja sama, dan puncak dari relasi politik adalah musyawarah,” tutur Yudi.
“Inilah makna operatif dari gotong royong. Sesuatu yang lahir dari alam desa, alam nusantara,” pungkasnya. (Ts/-Th)
Sumber : kagama.co