Farmasi UGM – Dalam 3 bulan terakhir kejadian gagal ginjal akut (GGA) pada anak meningkat dan terjadi di banyak provinsi di Indonesia. Kejadian ini diduga akibat penggunaan sirup obat pada anak yang menyebabkan pemerintah, dalam hal ini Kemenkes menganjurkan untuk penghentian sementara penggunaan obat dalam bentuk sediaan sirup. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang merupakan otoritas yang bertanggung jawab dalam regulasi dan pengawasan produk farmasi juga telah bergerak melakukan pengujian terhadap produk obat. Pada tanggal 20 Oktober 2022, BPOM mengeluarkan berita yang menyatakan bahwa ada lima produk obat yang memiliki kandungan cemaran etilen glikol yang melebihi ambang batas aman. Rangkaian kejadiaan ini menimbulkan kegelisahan di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat umum.
Menanggapi situasi ini, Fakultas Farmasi UGM bekerjasama dengan KAGAMA Farmasi dan Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta mengadakan Webinar dengan judul “Kupas Tuntas Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak dan Dugaan Sirup Obat sebagai Penyebabnya”. Webinar ini ditujukan untuk peserta umum dan dilakukan secara daring pada tanggal 22 Oktober 2022 mulai pukul 09:00 WIB. Webinar ini menghadirkan 5 orang pembicara yang merupakan apoteker, pakar, dan praktisi di bidang farmasi klinik, formulasi dan teknologi sediaan obat, dan kimia farmasi analitik. Webinar ini diikuti oleh lebih dari 2.700 peserta yang berpartisipasi melalui zoom dan YouTube Live di Kanal Pengetahuan Farmasi UGM.
Pembicara pertama adalah Ibu apt. Ika Puspita Sari, Ph.D., yang merupakan Dosen di Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi UGM dan saat ini menjabat sebagai Direktur SDM dan Akademik Rumah Sakit Akademik UGM. Ibu Ika memberikan pemaparan mengenai kronologi kejadian GGA pada anak yang sebenarnya sudah terdeteksi sejak awal tahun dan meningkat dalam 3 bulan terakhir. Dugaan penyebab kejadian ini mengarah kepada adanya cemaran etilen glikol pada produk obat sirup. Strategi keselamatan umum yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah menggunakan obat dan peralatan yang aman; melakukan praktek klinik yang aman; melakukan manajemen resiko (seperti pengendalian infeksi); membuat atau meningkatkan sistem yang menurunkan resiko yang berorientasi pada pasien; mencegah, mengidentifikasi, dan melaporkan adverse event; mengurangi efek dari adverse event. Saran untuk masyarakat adalah tetap tenang, konsultasikan kondisi kesehatan kepada tenaga kesehatan, dan lakukan klarifikasi pada setiap informasi agar terhindar dari hoax.
Pembicara kedua adalah Dr. apt. Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, yang merupakan Kepala Laboratorium Teknologi Farmasi Departemen Farmasetika Fakultas Farmasi UGM. Pak Saiful memaparkan bahwa dalam formulasi sediaan obat larutan/sirup, etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) tidak pernah digunakan sebagai bahan tambahan. Kedua senyawa ini terdapat dalam sediaan karena impurities atau ketidakmurnian dari bahan tambahan yaitu gliserin, polietilen glikol, sorbitol, dan propilen glikol. Ketidakmurnian bahan tambahan yang memiliki kandungan EG dan DEG masih diperbolehkan dengan batasan kadar yang ditetapkan oleh regulator yang tercantum dalam Farmakope Indonesia dan US Pharmacopoeia yaitu tidak melebihi 0,1%. Detail formula sediaan larutan/sirup memang tidak tercantum dalam informasi produk, hal ini disebabkan karena tidak ada peraturan yang mengikat di Republik Indonesia untuk mencantumkan formula sediaan obat secara detail. Kedepan, sudah seharusnya ada aturan tentang kewajiban mencantumkan semua bahan yang digunakan dalam produk farmasi (termasuk bahan tambahan). Namun pembicara mendorong agar BPOM membuka kembali dokumen pengajuan ijin dari produk obat dan mendorong industri terbuka kepada BPOM mengenai detail formula agar dapat dipilah produk mana yang kemungkinan tidak mengandung DEG dan EG. Hal ini agar pembatasan pengunaan sediaan larutan/sirup tidak serta merta diterapkan pada semua produk. Selain itu, kedepan juga diperlukan regulasi tentang persyaratan pengujian impurities yang tidak hanya pada bahan baku, namun juga pada produk akhir sebelum produk di-release. Semua itu diperlukan untuk menyelesaikan polemik akibat ketidakmurnian dalam bahan baku dan produk obat, baik untuk saat ini maupun masa yang akan datang.
Pembicara ketiga adalah Prof. Dr. apt. Zullies Ikawati, yang merupakan profesor di bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik dan juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Doktor Ilmu Farmasi di Fakultas Farmasi UGM. Prof Zullies memaparkan mengenai EG dan DEG yang merupakan senyawa yang lazimnya digunakan di bidang teknik untuk menurunkan titik beku atau menaikkan titik didih, dan tidak boleh digunakan pada sediaan obat. Keracunan akibat EG dan DEG dapat mempengaruhi sistem saraf, sistem pernafasan, dan ginjal. Pada tubuh manusia EG dapat diubah menjadi beberapa senyawa yang salah satunya adalah menjadi asam oksalat. Perubahan senyawa ini diperantarai oleh enzim alcohol dehydrogenase yang merupakan limiting step (pembatas) dalam perubahan EG menjadi senyawa metabolitnya. Asam oksalat yang terbentuk dapat bereaksi dengan kalsium oksalat di ginjal dan membentuk kristal kalsium oksalat yang mengendap dan melukai ginjal. Luka pada ginjal inilah yang akhirnya dapat menyebabkan kejadian GGA. Pada kejadian keracunan EG di luar negeri, dosis mematikan untuk EG dan DEG cukup tinggi yaitu diatas 1 g/kg berat badan dewasa, sedangkan pada anak kadar terendah dosis mematikan adalah 0,22 g/kg berat badan. Saat ini pemerintah sedang melakukan impor obat fomepizole, yang bekerja menghambat enzim alcohol dehydrogenase. Pemberian obat ini harus segera dilakukan setelah paparan EG terjadi.
Pembicara keempat adalah Prof. Dr. apt. Sudibyo Martono, yang merupakan profesor di bidang Kimia Farmasi Analitik dan juga menjabat sebagai kepala laboratorium Kimia Farmasi Analitik di Departemen Kimia Farmasi Fakultas Farmasi UGM. Beliau memaparkan mengenai kimia analitik ini memerlukan data yang komprehensif. Pengujian kadar EG maupun DEG dapat saja dilakukan menggunakan peralatan berupa gas kromatografi dengan detektor flame ionization detector (GC-FID) atau menggunakan capillary gas chromatography dengan detektor mass spectrometry (capillary GC-MS) tergantung kemampuan dari masing-masing laboratorium pelaksana pengujian. Pada pengujian kadar EG maupun DEG harus menggunakan metode yang selektif, sehingga mampu membedakan berbagai senyawa glikol, kemudian memiliki akurasi, presisi, linearitas, dan sensitivitas yang baik. Menurut Prof Dibyo, data yang dihasilkan dari analisis menggunakan metode yang valid dapat memberikan kesimpulan yang komprehensif terhadap pengujian terhadap senyawa EG maupun DEG.
Pembicara kelima adalah apt. Arifianti Piskana Susilowati, M.Clin.Pharm, yang merupakan Kepala Seksi Pelayanan Penunjang Medik RSUD Wonosari yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua II Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia Provinsi DIY. Bu Fifi memaparkan bahwa saat ini Apoteker juga mengalami dilema akibat anjuran pemerintah yang disampaikan oleh Kemenkes untuk menghentikan sementara pemberian obat sirup. Namun beliau menghimbau untuk Apoteker untuk tetap tenang dan tetap mengikuti anjuran pemerintah dalam kondisi yang dinamis ini agar tetap membantu masyarakat mendapatkan pengobatan yang efektif dan aman. Beliau juga menambahkan agar masyarakat juga tetap tenang dan selalu berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan layanan kesehatan yang aman dan efektif. Pembicara juga menganjurkan untuk mengakses informasi yang benar melalui situs resmi pemerintah seperti situs resmi Kemenkes dan BPOM terkait kasus GGA dan dugaan sirup obat yang menjadi penyebabnya.
Kontributor: Soni Siswanto