Farmasi UGM – Salah satu kekhasan generasi Z adalah ketergantungannya pada communication devices. Efeknya, anak muda di generasi ini dapat memperoleh informasi dengan sangat cepat. Ibarat dua sisi mata pisau, percepatan informasi digital dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat, khususnya mahasiswa.
Dalam acara Pidato Terbuka memperingati Dies Natalis Farmasi UGM ke-72, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.d., menyampaikan bahwa informasi-informasi digital dapat mempengaruhi kualitas mahasiswa di era disrupsi. Untuk itu, pendidikan kefarmasian di Indonesia, termasuk juga Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada perlu mengakomodasi fenomena tersebut melalui learning outcome, kurikulum, proses pembelajaran, laboratorium, dan sumber daya pembelajaran termasuk tenaga pendidik dan kependidikan.
Seperti yang diketahui, dosen di era revolusi industri 4.0 sekarang ini didominasi oleh generasi baby boomers dan generasi X yang cenderung menilai dan memutuskan sesuatu dengan hati-hati. Berbeda dengan generasi Z yang lebih instan dan sangat bergantung pada teknologi. “Diharapkan para pendidik menyadari perbedaan tersebut dan mau beradaptasi dengan kondisi perkembangan teknologi yang mempengaruhi pola pikir anak muda saat ini”, ungkap Ali Ghufron.
Menurut Ali Ghufron, tantangan bidang kefarmasian saat ini adalah kemandirian dalam penyediaan bahan baku obat dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa. “Dengan adanya 280 perusahaan farmasi di Indonesia, persoalan bahan baku masih menjadi masalah utama”, kata Ali Ghufron. Riset terkait pengembangan bahan dasar obat-obatan sudah banyak dilakukan oleh pendidikan kefarmasian di Indonesia, namun faktanya 95% bahan baku industri kefarmasian masih mengandalkan impor. Kondisi ini perlu menjadi perhatian bersama, baik instansi pendidikan kefarmasian maupun pemerintahan.
Dengan perkembangan teknologi, dunia pendidikan harus dapat mencetak lulusan yang nantinya memiliki sifat dan skill yang tidak dimiliki oleh mesin, juga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kefarmasian. Untuk menciptakan apoteker handal di era disruptif dan revolusi industri 4.0, dibutuhkan peran seluruh sivitas akademika. Sesuai dengan tuntutan zaman, Fakultas Farmasi UGM berusaha mencetak lulusan yang bukan hanya sebagai agent of education and agent of research, tetapi juga menjadi agent of culture, knowledge, technology transfer, serta agent of economic development. Hal tersebut sesuai dengan dorongan dari Kemenristekdikti untuk mentransformasi peran perguruan tinggi dalam mencetak lulusan yang kompeten dan adaptif sesuai dengan perkembangan masa. (Humas FA/ Yeny; Dok. KPF)