Tepat pada tanggal 11 Januari 2018, Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan mengadakan launching buku berjudul “ Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan Bagian dari Solusi, Dulu, Kini, dan Nanti” yang berisikan cerita-cerita di dalam tubuh Inspektorat Jenderal Kemenkes sejak dibentuk pada 1971 hingga akhir 2017. Dibalik penerbitan buku ini, ada nama Drs. Purwadi Apt, MM, ME., sebagai penggagasnya. Siapakah sosok Purwadi?
Farmasi UGM – Setelah genap 2 tahun 10 bulan menjabat sebagai Inspektur Jenderal di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Drs. Purwadi, Apt, MM, ME., harus mengakhiri masa jabatannya dan memasuki masa purnabakti sejak tanggal 1 Januari 2018. Di masa pensiunnya saat ini Purwadi masih aktif sebagai ketua Komite Farmasi Nasional (KFN). Sebuah lembaga yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan mutu apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
Bagi Purwadi, menjadi pejabat eselon I memiliki suatu tantangan tersendiri, yaitu tentang bagaimana menciptakan citra instansi yang baru. Selain menciptakan suasana kerja yang kondusif, seluruh staf diharapkan dapat memahami pekerjaan dan bidang masing-masing. Menurutnya, hal tersebut dapat dicapai jika seluruh pihak bertanggung jawab terhadap posisi dan pekerjaannya masing-masing.
Berbekal pengetahuan yang ia dapat ketika masih menjadi staf di Gudang Farmasi Kabupaten Mempawah hingga kemudian ditempatkan di Jakarta sebagai staf Dirjen Pengawas Obat dan Makanan (POM) pada tahun 1987, Purwadi menjadi sangat paham mengenai pekerjaan di tiap-tiap posisi. “Kuncinya satu, yaitu ikhlas dan mau belajar”, ungkap Purwadi.
Sikap ikhlas dapat mengarahkan orang bekerja dengan penuh tanggung jawab. Selain itu, dengan menanamkan nilai-nilai berbudi luhur, orang juga tidak akan dengan mudah mengejar sesuatu dengan membabi buta, termasuk diantaranya jabatan, cukup dengan mengerjakan semaksimal mungkin. “Sejak mahasiswa pun, saya tidak pernah terobsesi hingga menghalalkan segala cara untuk meraih sesuatu, cukup berusaha dengan tekun dan fokus untuk mendapatkan apa yang saya inginkan” kata Purwadi menambahkan.
Ini cukup menarik, ikhlas dan perilaku yang berbudi luhur memang perlu diterapkan, hal ini juga berlaku untuk mahasiswa. Purwadi mengingatkan, tidak semua mahasiswa memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata. Bagi mahasiswa yang memiliki nilai akademik tidak terlalu memuaskan, sangat disarankan untuk mengembangkan kemampuan pendukung lainnya, misalnya komunikasi dan bahasa. “Saya dulu juga bukan termasuk mahasiswa yang pintar-pintar amat,” kata Purwadi sambil tertawa.
Memiliki nilai akademik pas-pasan, ditambah waktu lulus cukup lama yaitu 7 tahun, bagi Purwadi, ada beberapa poin utama yang harus dimiliki oleh mahasiswa yang tidak selalu berkaitan dengan akademik. Kemampuan komunikasi, hubungan dengan relasi, bertanggung jawab, dan tidak mebanding-bandingkan diri sendiri dengan nasib orang lain adalah poin-poin yang harus diingat. “Hubungan yang baik dengan orang lain dapat tercipta jika kita tidak merasa pintar sendiri,” imbuhnya.
“Kira-kira pemikiran saya sesuai dengan anak muda sekarang ini tidak?”, tanyanya di sela-sela wawancara dengan tim humas Fakultas Farmasi UGM. Pertanyaan ini muncul bukan tanpa alasan. Di era milenial, anak muda cenderung fokus pada hasil yang cepat dan instan. Fenomena ini cukup berbeda dengan kondisi anak muda di masa-masa sebelumnya, dimana arus informasi belum secepat saat ini.
Sebagai alumni Fakultas Farmasi UGM angkatan tahun 1977, Purwadi memberikan pesan pada mahasiswa saat ini untuk tidak hanya fokus dan terlena dengan nilai akademik. Baik mahasiswa yang dicap pintar maupun yang biasa-biasa saja wajib memiliki sopan santun, baik dengan teman sejawat, maupun orang yang lebih muda, serta yang lebih tua. Kuncinya, adalah bagaimana membawa diri, tutupnya. (Humas FA/ Yeny P)
Selayaknya menjadi begawan di farmos gamos pak Pur iki.
Pendapatnya cukup baik utk dipedomani bagi masyarakat mileneal terutama anak2 muda/yg berjiwa muda dlm menghadapi kehidupan kini dst. Aaamiiin.