Farmasi UGM. Indonesia saat ini dilanda wabah COVID-19 dan seperti yang kita ketahui, COVID-19 juga telah menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tanggal 12 Februari 2020, WHO resmi menetapkan penyakit novel coronavirus pada manusia ini dengan sebutan Coronavirus Disease (COVID-19).
Sebagai bagian dari tenaga kesehatan, apoteker perlu mengetahui hal-hal terkait praktek profesionalnya di bidang kesehatan, dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi COVID-19. Instalasi Farmasi Rumah sakit, sebagai tempat praktek Apoteker di Rumah sakit, merupakan unit yang bertanggung jawab terhadap penyelengaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian meliputi pengelolaan perbekalan farmasi mulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, dan pelayanan langsung kepada pasien.
Sesuai dengan Permenkes no 72 tahun 2016, tentang standar pelayanan Kefarmasiaan di rumah sakit, Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan menyeluruh untuk penyediaan obat bermutu (product oriented) dan pelayanan langsung kepada pasien (patient oriented ), yang keduanya merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari sistem kesehatan rumah sakit yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup pasien.
Bagaimana peran apoteker dalam menjalankan kedua fungsi diatas untuk kesiapsiagaan menghadapi COVID-19? Berikut ulasan singkat peran apoteker dalam pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan langsung ke pasien
- Pengelolaan dan Penyediaan perbekalan Farmasi
Sejak WHO menyatakan bahwa kejadian penyakit COVID-19 akibat virus SARS-CoV-2 adalah sebagai suatu pandemic, maka ditengah epidemi yang terjadi secara global di hampir seluruh negara, termasuk Indonesia, pelayanan Farmasi harus menghadapi tantangan sekaligus peluang untuk menjalankan fungsinya sebagai unit yang mampu menyediakan kebutuhan obat dan alkes sekaligus memberikan pelayanan langsung kepada pasien dan juga tenaga medis lainnya.
Tentunya hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi saat ini jumlah kebutuhan obat dan alkes sangat meningkat untuk pelayanan pasien COVID-19, sementara disisi lain ketersediaan baik obat maupun alkes belum dapat mengikuti kebutuhan yang ada. Kondisi seperti ini dipersulit lagi oleh ulah sebagian oknum yang menimbun obat dan alkes untuk mendapatkan keuntungan pribadi, sehingga persediaan di lapangan menjadi semakin langka.
Menghadapi tantangan dilapangan, Apoteker sebagai penggerak roda dalam pelayanan kefarmasian harus menyikapi permasalahan tersebut dengan cepat, tuntas dan professional. Penyediaan perbekalan obat dan alkes termasuk APD merupakan “modal “ bagi tenaga medis dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Untuk menghadapi krisis dan kesulitan ini, maka ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh Apoteker, antara lain
- Membuat perencanaan kebutuhan obat/alkes dan APD dengan akurat
- Mencari referensi, dan buku panduan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan Apoteker dalam mencari solusi apabila obat/alkes /Alat pelindung diri (APD) yang dibutuhkan sulit didapat.
- Meningkatkan kerjasama dengan Apoteker di RS lain, untuk bertukar informasi terkait penyediaan obat/alkes dan informasi supplier
- Bekerjasama dengan Panitia Farmasi dan Terapi, maupun dengan Tim-Tim yang terlibat seperti Tim pengendalian Infeksi, Tim Satgas Covid dan juga komite medis, untuk mencari alternative obat/alkes yang dapat digunakan sebagai best alternative.
- Melakukan seleksi dan bekerjasama dengan beberapa supplier yang memiliki izin distribusi secara legal.
Langkah langkah diatas sangat berguna untuk mencari solusi dalam penyelesaian dengan mengutamakan kepentingan bersama.
Selain upaya di atas, Apoteker juga harus memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan langkanya APD seperti Hazmat, masker, kacamata google, sepatu dan alat pelindung diri lainnya yang saat ini cukup sulit untuk didapatkan. Merujuk pada referensi yang ada, maka Apoteker dapat memberikan solusi dengan melakukan reusable apabila APD yang dibutuhkan tidak tersedia. Dalam melakukan reusable, Apoteker harus mengikuti panduan yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI, agar fungsi APD dapat berjalan baik.
Sebagai contoh, untuk mengatasi kelangkaan N95, maka Apoteker dapat melakukan upaya reusable dengan ketentuan reuseable dapat dilakukan maksimal 5 kali kecuali jika masker N95 ini digunakan untuk tindakan aerosol atau masker sudah rusak, maka reusable tidak dapat dilakukan.
Ada beberapa metode agar masker N95 dapat kembali digunakan
- Metode ke 1 : Masker N95 disimpan di kantong kertas berlabel nama petugas, tanggal dan jam. Masker N95 dapat dibuka dan di pasang kembali sebanyak 5 kali selama 8 jam
- Metode ke 2: Masker N95 dapat digunakan kembali setelah diletakkan kering di ruangan terbuka dalam suhu kamar selama 3 – 4 hari. Masker N95 terbuat dari polypropylene yang bersifat hidrofobik dan sangat kering sehingga Covid -19 tidak dapat bertahan hidup. Masker N95 tidak boleh di jemur di bawah sinar matahari karena akan merusak material Masker N95 juga rusak oleh sinar ultraviolet
- Metode ke 3: Sterilisasi dengan cara menggantung masker N95 menggunakan jepitan kayu di dalam oven dapur dengan suhu 70oC selama 30 menit
- Metode ke 4 Sterilisasi dengan menggantung masker N95 di atas uap air panas dari air mendidih selama 10 menit
N95 yang telah direusable, agar dapat digunakan kembali dapat disimpan dengan cara dimasukkan ke dalam kantung bag coklat yang dilubangi dan digantung serta diberikan nama petugas di masing masing kantong.
- Pelayanan Kefarmasian kepada pasien
Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, maka apoteker harus memiliki kemampuan terkait COVID-19 dan pengobatannya. Sampai saat ini, WHO belum mengeluarkan standar terapi yang dapat dijadikan acuan untuk pengobatan pasien COVID-19. Pengobatan yang ada mengacu kepada referensi dan panduan yang dikeluarkan oleh Kemenkes dan Ikatan dokter Indonesia (IDI) maupun Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Untuk dapat memberikan informasi dan konseling, Apoteker harus menerapkan prinsip kewaspadaan standar dalam memberikan pelayanan kepada pasien untuk mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Kewaspadaan standar meliputi kebersihan tangan dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk menghindari kontak langsung dengan sekret (termasuk sekret pernapasan), darah, cairan tubuh, dan kulit pasien yang terluka. Disamping itu juga mencakup pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik, pengelolaan limbah yang aman, pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi linen dan peralatan perawatan pasien, serta pembersihan dan desinfeksi lingkungan.
Untuk melindungi diri dan juga orang di sekitar kita dan memutus mata rantai penularan COVID-19, maka Apoteker perlu menyiapkan Standar Operational Prosedur (SOP) yang menjadi acuan dalam pelayanan. Standar minimal SOP yang harus dimiliki dalam pelayanan Kefarmasian untuk COVID-19 adalah
- SOP Sanitasi ruangan Apotek
- SOP Penggunaan APD
- SOP pelayanan kepada pasien COVID-19
- SOP Mencuci tangan dan pencegahan Infeksi
- SOP pelayanan konseling dan PIO secara online ( telephon)
- SOP Pelayanan Pesan hantar obat
- SOP Reusable APD saat Krisis
Pada perawatan rutin pasien, penggunaan APD harus berpedoman kepada penilaian risiko/antisipasi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan kulit yang terluka. Ketika melakukan prosedur yang berisiko terjadi percikan ke wajah dan/atau badan, maka pemakaian APD harus ditambah dengan pelindung wajah dengan cara memakai masker bedah dan pelindung mata/eye- visor/kacamata, atau pelindung wajah, dan gaun dan sarung tangan bersih. Berdasarkan tingkat risiko, maka pelayanan kefarmasian termasuk dalam pelayanan tingkat risiko ke 2, dimana dalam pemberian pelayanan, petugas Farmasi wajib menggunakan APD berupa Masker Bedah, Kacamata google dan sarung tangan. Dalam kondisi Masker bedah tidak tersedia, maka dapat menggunakan masker kain dengan penambahan Face shield yang menutupi sampai ke dagu sehingga mencegah kontaminas karena cipratan atau semburan batuk dan bersin pasien.
Demikian sekilas hal-hal yang perlu diketahui terkait pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan peran apoteker dalam upaya bersama membangun kesiapsiagaan menghadapi COVID-19. Tidak ada yang tidak mungkin untuk dilakukan, termasuk memastikan peran aktif apoteker dalam upaya bangsa ini melewati wabah penyakit COVID-19.
Penulis : apt. Lusy Noviani, MM (Alumnus Fakultas Farmasi UGM, Praktisi Rumah Sakit, Wakil Sekjen PP IAI)
Referensi
- Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease (COVID-19), Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Februari 2020
- Permenkes no 72 tahun 2016, tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
- Permenkes no 27 tahun 2017 tentang pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pada pelayanan kesehatan
- Rekomendasi Penggunaan APD untuk Penanganan COVID-19, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Maret 2020