Farmasi UGM – Fakultas Farmasi UGM kembali selenggarakan webinar skala nasional pada tanggal 28 Juli 2020 lalu. Tema yang diangkat pada webinar kali ini adalah mengenai penelitian kefarmasian di bidang farmasi sosial dengan tajuk ‘Research in Social Pharmacy and its Contribution for Health Care’. Kali ini, Farmasi UGM menghadirkan empat pembicara yang memiliki latar belakang bidang farmasi sosial dan komunitas, diantaranya Dr. apt. Dwi Endarti, M.Sc., Dr. apt. Satibi, M.Si., Dr. apt. Susi Ari Kristina, M.Kes., serta apt. Niken Nur Widyakusuma, M.Sc.
Dengan dimoderatori oleh apt. Anna Wahyuni W., MPH, Ph.D., acara tersebut berlangsung selama hampir tiga jam dengan banyak membahas Sistem Pelayan Kesehatan di Indonesia, termasuk juga manajemen pelayanan dan pengelolaan data yang tepat. Adapun Dwi Endarti dalam kesempatan kali ini menyampaikan materi terkait ‘Implementation of Pharmacoeconomic Analysis on Drug Selection’. Lebih lanjut Dwi menjabarkan tentang pentingnya manajemen obat-obatan karena akan sangat berhubungan dengan sistem pelayanan kesehatan. “Apalagi dalam pelayanan kesehatan, obat-obatan menyerap porsi anggaran yang cukup tinggi”, ungkap Dwi.
Mengamini hal tersebut, Satibi juga mengatakan bahwa ketersediaan obat merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam sistem pelayanan kesehatan. Dalam materi yang diwakannya berjudul ‘The Importance of Inventory Control Management for Supporting Avaibillity of Medicine’, Satibi meluruskan dalam sebuah grafik data bahwa kenyataan di lapangan, manajemen ketersediaan obat di Indonesia sering kali belum maksimal. “Nyatanya, walau tidak semua, namun ada beberapa tempat pelayanan kesehatan yang memiliki item stock berlebih, sehingga menyebabkan inventory yang berlebihan”, kata Satibi.
Permasalahan-permasalahan yang kerap muncul dalam kaitannya dengan manajemen obat-obatan di suatu pelayanan kesehatan sering kali sama, baik itu perihal stok maupun proses distribusi obat dari produsen ke para pengguna. Di sini, big data sangat berperan untuk mengumpulkan informasi-informasi penting dari berbagai tempat dan wilayah di Indonesia sehingga pendistribusian obat-obatan dapat dilakukan secara tepat sesuai dengan kebutuhan. Terlebih didukung dengan perkembangan teknologi informatika yang cukup mumpuni, sehingga bukan tidak mungkin hal tersebut dapat direalisasikan. Lebih jauh lagi, Niken dalam materi yang dibawakannya yang berjudul ‘Big Data in Pharmacy Research: Challenges and Opportunities’ menegaskan bahwa big data sangat berguna untuk kebutuhan analisis permasalahan, dalam hal ini kaitannya dengan riwayat penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat serta manajemen obat-obatan di fasilitas kesehatan di Indonesia.
Pada farmasi sosial sendiri, selain aspek-aspek yang berkaitan dengan manajemen obat-obatan, sebuah pelayanan kesehatan juga seharusnya melingkupi primary care. Dalam materi ‘Expanding role of Pharmacist in Primary Care’, Susi menjelaskan bahwa suatu pelayanan kesehatan harusnya mencakup pelayan yang lebih luas. Tidak hanya berkaitan dengan obat, namun juga psikis dan mental pasien, serta kesehatan sosial dan wellbeing. “Contoh sederhananya adalah pelayanan Posyandu, disana kita juga harus memberikan edukasi tambahan seperti nutrisi ataupun permasalahan-permasalahan kesehatan umum diluar penyakit-penyakit tertentu”, terang Susi. Tentunya hal ini juga tidak terlepas dari tugas utama farmasis dalam memberikan edukasi tentang penggunaan obat-obatan itu sendiri.
Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini sudah memasuki fase yang lebih maju. Sehingga penataan manajemen dan pengelolaan data kefarmasian dari seluruh tempat fasilitas kesehatan di Indonesia menjadi sangat krusial untuk menuju sistem pelayanan yang lebih baik lagi (Humas FA/ Yeny)