Farmasi UGM – Selasa (06/02) telah dilaksanakan Upacara Pengukuhan Guru Besar Bidang Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi UGM untuk Prof. Dr. Apt. Arief Nurrochmad, M.Si., M.Sc. Upacara tersebut dilaksanakan di Balai Senat UGM dengan dipimpin langsung oleh Prof. Ir. Mochammad Maksum mulai pukul 09.00 hingga 10.00 WIB.
Pembukaan upacara diawali dengan pembacaan profil singkat Prof. Dr. Apt. Arief Nurrochmad, M.Si., M.Sc. Lahir di Kulonprogo pada 16 Juli 1973, Prof. Arief mengawali karir sebagai dosen Fakultas Farmasi di Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik pada tahun 1998. Melanjutkan pendidikan S2 Ilmu Farmasi di Fakultas Farmasi UGM dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya, Prof Arief berhasil lulus dengan gelar Master of Pharmacology and Toxicology di Hoshi University pada tahun 2004 dan Doctor of Molecular Pharmacology and Toxicology di Kyushu University pada tahun 2009. Setelah menyelesaikan studi, Prof. Arief ikut serta pengabdian di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT UGM) pada tahun 2012-2018 dan Project Implementation Unit (PIU UGM) pada tahun 2017-2023.
Pada kesempatan tersebut, Prof. Arief menyampaikan pidato yang berjudul “Peran Farmakologi dan Toksikologi dalam Pengembangan Obat Baru: Perspektif Baru Penggunaan Big Data dan Jejaring Farmakologi”. Prof. Arief membuka pidato dengan memaparkan proses penemuan obat hingga peluncuran produk yang memakan waktu 12 hingga 15 tahun dan membutuhkan biaya yang lebih dari satu miliar USD. Selanjutnya, Prof Arief menyampaikan fakta mengenai industri farmasi yang merupakan salah satu bisnis paling sukses di dunia. Bisnis industri farmasi tidak terpengaruh oleh krisis keuangan global maupun krisis politik karena orang yang sakit akan selalu ada dan menariknya jumlahnya akan terus meningkat di saat krisis. Laporan keuangan 5 dari 10 perusahaan farmasi besar dunia selama 10 tahun terakhir menunjukkan harga pokok penjualan rata rata hanya 23% dari total pendapatan usaha. Hampir separuh pendapatan sebesar 43% dihabiskan untuk biaya penjualan umum dan administrasi. Lalu, secara total 16% dari total pendapatan diinvestasikan kembali untuk penelitian dan pengembangan yang jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, obat obatan jelas merupakan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Studi farmakologi sendiri adalah studi mengenai proses integrasi obat dalam sistem biologis tubuh untuk menghasilkan efek terapetik yang mencakup studi tentang berbagai pengaruh mekanisme kerja obat terhadap tubuh manusia. Peran farmakologi dalam penelitian suatu obat menjadi sangat penting terutama untuk pengembangan obat konsumsi besar seperti anti kanker, anti diabetes, anti hipertensi anti hiperlipidemi, antiplatelet, analgetik, dan anti inflamasi. Lalu, studi toksikologi sendiri diperlukan mulai dari penemuan obat, pengujian klinis, hingga pasca pemasaran.
Prof. Arief menuturkan bahwa perlu adanya kemajuan penelitian farmakologi dan toksikologi dalam rangka penemuan dan pengembangan obat baru dengan bantuan teknologi. Pemanfaatan teknologi khususnya Artificial Intelligence dan Big Data dapat menjadi metode baru untuk menciptakan jejaring farmakologi yang dapat menyediakan sumber dan metode analisis data dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat. Dengan demikian, proses penemuan obat hingga peluncuran produk obat dapat berjalan lebih efektif dan lebih murah.
Gagasan yang disampaikan Prof. Arief dalam pidato tersebut sejalan dengan beberapa poin SDGs. Melalui penelitian farmakologi dan toksikologi, dapat meningkatkan pemahaman tentang penggunaan obat-obatan dan dampaknya terhadap kesehatan manusia serta mengembangkan obat-obatan yang lebih efektif dan aman sehingga sejalan dengan poin SDGs ke-3 mengenai kesehatan yang baik dan sejahtera. Selain itu, pemanfaatan teknologi dalam pengembangan obat sebagai upaya untuk memajukan industri farmasi dan memperbaiki infrastruktur kesehatan sejalan dengan poin SDGs ke-9 mengenai industri, inovasi, dan infrastruktur. (Araya/Humas)