Farmasi UGM– Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) Fakultas Farmasi UGM selenggarakan Kuliah Tamu Soft Skill bertema ‘Pharmacist 4.0: Beyond Your Potential’ pada tanggal 4-5 Mei 2019. Pada kesempatan ini, PSPA mengundang narasumber-narasumber dari berbagai latar belakang, antara lain Drs. Bambang Priyambodo, Apt., Linda Dimyati, S.Si., M.M., Apt ., dan Andri Rizky Putra.
Dihadapan seluruh mahasiswa PSPA UGM yang hadir, Bambang Priyambodo yang merupakan praktisi di bidang industri kefarmasian memaparkan tema ‘How to be Millenial Pharmacist in the Field of the Industries’. Bambang menjelaskan tentang pentingnya menyeimbangkan antara hard skill dan soft skill untuk masa depan.”Tentukan kriteria sukses yang anda inginkan dalam 5-10 tahun ke depan,” ucap Bambang. Dua hal penting yang perlu diperhatikan adalah mengetahui celah dan peluang di dunia industri farmasi serta skill apa yang perlu dipahami. Bambang mengingatkan untuk meningkatkan soft skill dan hard skill mulai dari sekarang. “Tidak ada kata terlambat untuk berlatih,” terang Bambang.
Masih berbicara tentang bagaimana menjadi seorang farmasis yang handal di era milenial, pada sesi selanjutnya Linda Dimyati banyak berbicara mengenai how to be millenial pharmacist in the field of the clinic communities. Linda selaku Wakil Direktur Umum dan Keuangan Rumah Sakit Mata dr. Yap, menjelaskan bahwa dunia medis sudah mengacu pada Health Care 4.0. Salah satu contoh yang nampak adalah munculnya apotek online. Namun, perlu diperhatikan bahwa penerapan virtual assistant di dunia maya harus digunakan pada hal-hal positif. “Kalau tidak, ya kita akan ketinggalan,” ucap Linda.
Nyatanya, soft skill berpengaruh besar untuk masa depan karena 75% kesuksesan dapat diperoleh dari soft skill. Menurut Linda, poin utama soft skill di farmasi klinis adalah kemampuan berkomunikasi. “Soft skill (who we are) mencangkup soal interaksi dan komunikasi dengan orang lain,” jelas Linda. Soft skill tidak bisa dilihat dan diukur, namun bisa dirasakan. Dalam artian bahwa setiap orang punya penilaian yang berbeda terhadap orang lain. Sedangkan hard skill (what we know) mencangkup kepahaman teknologi informasi, pendidikan formal, dan kemampuan bahasa asing.
Pengetahuan yang luas harus diimbangi dengan perilaku yang baik. Hard skill dapat diasah melaui training, balajar mandiri, dll, sedangkan soft skill dapat diperoleh melalui pembelajaran dengan lingkungan dan orang sekitar contohnya melalui organisasi. Soft skill tidak dapat diperoleh secara instan. Perlu waktu untuk terus diperbaiki oleh kesadaran masing-masing pribadi. Hal serupa juga disampaikan oleh narasumberdi hari kedua, yaitu Andri Rizky Putra tentang personal branding. (Humas FA/ Kiki, Amira)