KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Layaknya aspek-aspek kehidupan lain, pandemi Covid-19 juga mengubah tatanan di dunia pendidikan.
Para akademisi dan staf harus memutar otak agar kegiatan belajar mengajar tetap berlangsung di masa krisis.
Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Agung Endro Nugroho, M.Si., Ph.D., Apt., mengatakan, salah satu yang menjadi perhatian dunia pendidikan saat pandemi menyerang adalah pengadaan kuota internet mahasiswa.
“Karena mau tidak mau mahasiswa mengikuti perkuliahan dari rumah secara daring. Jadi kuota internet jadi perhatian utama,” ujar Agung.
Hal tersebut dia bahas dalam diskusi Bersiap Menuju Era New Normal yang digelar oleh UGM dan Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, pada Selasa (9/6/2020).
Selain itu, kata Agung, penyediaan kuota internet juga harus diimbangi dengan jaringan internet yang memadai.
Menurut Agung, ini menjadi tantangan berat, karena jaringan internet yang berkualitas belum merata di Indonesia. Sehingga kelancaran perkuliahan secara daring hanya terjadi di beberapa kalangan saja.
Kemudian komponen yang tak kalah penting adalah teknologi informasi yang dimiliki mahasiswa.
Agung mengatakan, tidak semua mahasiswa memiliki perangkat teknologi yang up to date, sehingga ini juga menghambat perkuliahan daring.
“Perkuliahan daring bisa memenuhi kebutuhan pembelajaran secara knowledge. Tetapi, kalau untuk skill dan experince, ini agak sulit,” ujar pria kelahiran 1976 ini.
Di samping itu, praktik kerja di laboraturium memang bisa dilakukan secara daring. Namun, capaian pembelajaran yang didapat tidak bisa 100 persen.
Meskipun menemui sejumlah kendala, pandemi Covid-19 memberikan dampak positif kepada para akademisi untuk bergerak maju dalam memanfaatkan teknologi.
“Kalau dulu kita sampai harus ikut workshop e-learning. Sekarang kita dipaksa dalam situasi yang mendesak harus bisa belajar sendiri,” ungkap pria asal Surakarta, Jawa Tengah ini.
Demikian juga bagi dunia pendidikan di bidang kefarmasian, mulai muncul akselerasi, inovasi, dan kreativitas terkait penemuan alat kesehatan dan obat tradisional.
Agung berharap semangat ini terus dipertahankan, demi kemajuan ilmu pengetahuan. Di saat yang sama, akan ada aspek edu-tech yang menjamur ke depannya.
Pentingnya Social Skill
New normal, kata Agung, mendukung bergeraknya era revolusi industri 4.0.
Seperti yang telah diketahui, di era tersebut sebagian besar perusahaan memanfaatkan teknologi untuk berbisnis, digital talent gap semakin lebar, dan tenaga kerja dituntut meningkatkan keterampilan di bidang teknologi digital.
“Social skill masih menjadi penting. Ini satu-satunya nilai yang tak bisa bergeser saat era 4.0 dan New Normal datang,” tutur dosen lulusan Ehime University ini.
Jika new normal diterapkan, maka dunia pendidikan akademik harus melakukan reorientasi kurikulum yang berbasis literasi baru, antara lain literasi data (big data), literasi teknologi (internet of things), dan literasi manusia.
Hal ini sudah mulai direalisasikan oleh Kemendikbud dan Kemenristekdikti. Selain literasi baru, perlu juga dilakukan blended learning yakni, mengkombinasikan pembelajaran online dengan offline.
“Untuk mendukung blended learning ini, Kemenristek memberikan hibah dan bimbingan teknologi dari Belmawa.”
“Semua tenaga pendidik harus membekali keterampilan yang mendukung era 4.0, agar bisa bertahan di era new normal,” jelasnya. (Kn/-Th)
Sumber : Kagama.co