Farmasi UGM – Melihat potensi sumber daya alam, kompetensi SDM, dan akar sosial-budaya yang kuat, produk herbal di Indonesia atau yang biasa dikenal dengan istilah jamu ini semestinya dapat mendunia. Faktanya, melimpahnya biodiversitas di nusantara ini, belum didukung political will yang kuat. Akibatnya, potensi yang ada belum menjadi keunggulan daya saing. Negara diharapkan dapat memposisikan diri untuk mendukung pertumbuhan nation branding sehingga produk herbal atau jamu di Indonesia dapat lebih menjulang tinggi di era Revolusi Industri 4.0.
Melihat fenomena tersebut, Karyanto yang merupakan alumni Fakultas Farmasi UGM angkatan tahun 1981 turut berpartisipasi dalam mengembangkan literasi-literasi terkait jamu melalui media online. Selama lebih dari 10 tahun berkarir di bidang komunikasi publik serta lebih dari 20 tahun berada di dunia kefarmasian mengantarkan Karyanto melihat potensi dunia kefarmasian di Indonesia, khususnya bidang herbal dengan semakin luas. Tidak main-main, media online tersebut telah ia rintis sejak tiga tahun yang lalu dan berisikan informasi-informasi jamu. Dalam pengembangan literasi jamu, Karyanto melihat potensi bahan alam di Indonesia dengan meninjau dari sejumlah aspek yaitu genetic resources, traditional knowledge, herbal medicine product.
Aspek genetic resources merujuk pada keanekaragaman hayati di Indonesia. Dengan lebih dari 30.000 spesies tanaman, Indonesia dikenal sebagai negara mega biodiversitas ke-5 di dunia (LIPI, 2015). Sedangkan aspek traditional knowledge didasarkan pada hasil penghimpunan informasi oleh Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA). Menurut data yang diperoleh RISTOJA, terdapat sekitar 25.821 ramuan dan 2.670 spesies tumbuhan obat. Data tersebut diperoleh setelah meneliti 303 etnis yang tersebar di 24 provinsi di Indonesia (Laporan Ristoja B2P2TOOT, 2015). Kemudian melalui aspek herbal medicine product dapat melihat jumlah NIE (Nomor Ijin Edar) obat tradisional. Data yang tersedia hingga September 2018, sebanyak 10.688 NIE (data base Badan POM). Dan kurang dari 5.000 simplisia yang digunakan untuk memproduksi obat tradisional.
Ini benar-benar potensi yang dahsyat. Jamu harusnya jadi muatan kapal ekspor non migas, juga menjadi ‘senjata’ penembus pasar global ditengah era back to nature masyarakat dunia. Tidak banyak negara dengan potensi sehebat Indonesia. Lantas mengapa jamu Indonesia belum naik kelas menjadi bagian dari Jaminan Kesehatan Negara (JKN)?
Sebagaimana yang telah diketahui, China sangat kuat dengan tradisi Traditional China Medical (TCM), India memiliki ayuverda, Jepang memiliki kampo. Negara tetangga, Malaysia juga punya produk herbal tongkat ali. Dengan sinergi meletupkan semangat ‘bambu runcing’ sebagai metafora merujuk ‘sikap maju tak gentar’, Karyanto yakin, Indonesia dapat menjadi negara kuat di bidang pengembangan obat herbal, ramuan jamunya mengalir melintas berbagai benua, menyehatkan masyarakat dunia.
Dalam perjalanannya mengembangkan literasi jamu, Karyanto tidak segan untuk menyempatkan diri mencari produk herbal Indonesia atau sekedar membandingkan herbal di negara-negara yang pernah ia kunjungi.
Branding Jamu dalam Bingkai Nation Branding
Konsep nation branding pada prakteknya dapat menjadi pilihan strategi komunikasi pemasaran untuk memperkuat citra produk Indonesia- yang unik dan komprehensif. Komunikasi nation branding yang terencana, mampu membawakan nilai-nilai baik kepada masyarakat internasional terhadap citra Indonesia. Imbal baliknya adalah mempermudah strategi komunikasi ‘product branding’. Nation branding adalah usaha membangun dan menjaga citra suatu negara secara holistik, yang dibentuk melalui internal dan eksternal yang berbasis pada nilai dan persepsi positif. Saling berinteraksinya antara product branding dengan nation branding, seakan kita tidak dapat memisahkan keduanya. Sudah seperti satu paket, keduanya saling memberi pengaruh dan mempengaruhi.
Salah satu contoh bagaimana nation branding sangat mempengaruhi product branding adalah sado. Masyarakat Jepang yang selalui mengenalkan budaya minum teh hijau (sado) kepada para pengunjungan. Kesan pertama saya saat dikenalkan dengan sado waktu tahun 1994 berkesempatan untuk mengunjungan Hiroshima biasa saja. Menurut saya lebih nikmat menyeruput teh aroma melati yang sangat terkenal di tanah air. Namun, seperti itulah membangun product branding, dengan menggiring publik.
Para pengunjung dikepung untuk mendapatkan persespi yang unik. Membangun nation branding- dikemas dalam product branding disampaikan dalam tourism program. Dan Jepang sukses dengan strategi ini, yang kini kita kenal teh Matcha. Jepang juga mengembangkan TJM (Traditional Japanese Medicine) dan pengobatan herbalnya terkenal dengan nama Kampo.
Selain Jepang, Malaysia juga memiliki sistem nation branding yang cukup baik. Geliat herbal di negara tetangga banyak memiliki basis kesamaan budaya kita. Seperti yang telah disebutkan tadi, Tongkat Ali merupakan brand herbal yang cukup terkenal di Malaysia. Bahkan di toko sekelas minimarket yang khusus menjual produk helbal, terdapat alat pendeteksi keaslian produk Tongkat Ali tersebut. Nama alatnya MediTag. Seperti kartu ATM, tetapi ada dua lubang, yang mana lubang tersebut digunakan untuk ditempelkan pada barcode yang ada pada setiap kemasan. Jika produk herbal itu asli, maka akan terbaca sebuah logo dari sebuah lembaga di Malaysia. Jika palsu, tidak muncul logo tersebut.
Tidak hanya di minimarket saja, di berbagai mall besar di Malaysia, seperti Suria KLCC, Kuala Lumpur City Centre, juga di Central Market yang mana menjadi destinasi yang sering dikunjungi wisatawan, juga ada counter yang menjual Tongkat Ali. Tidak hanya itu, olahan herbal dari jahe juga cukup populer di Malaysia seperti yang dijual di salah satu toko herbal khusus di Chin Swee Temple.
Contoh lainnya adalah India, sempat belajar Ayuverda dan Fisioterapi di Shree Guru Gobind Singh Tricentenary (SGT) University di Gurgaon, New Delhi dan di Janardan University (UdaipurI) India, saya melihat bahwa keunggulan Ayuverda adalah dikonsep secara terintegrasi dalam sistem pengobatan tradisional yang terpadu. Ayurveda terdiri dari kata ‘ayur’ berarti hidup, dan ‘veda’ berarti bermakna pengetahuan/ilmu pengetahuan, Ayuverda sendiri memiliki arti ilmu pengetahuan tentang hidup atau cara hidup sehat berdasarkan ilmu pengetahuan. Konsep pengobatan Ayuverda yang memanfaatkan tumbuhan sebagai obat, telah menjadi bagian dari nation branding bangsa tersebut.
Selain itu, di Arab Saudi, masyarakat dunia tentu sangat akrab dengan buah kurma dan susu unta. Buah kurma adalah product branding yang kuat untuk makanan dengan kandungan gizi yang tinggi, dan sudah menyebar ke berbagai negara, khususnya di negara-negara mayoritas muslim. Indonesia dengan diaspora yang sangat banyak di jazirah arab ini, harusnya dapat dijadikan pasar herbal/ jamu. Jumlah diaspora Indonesia diseluruh dunia mencapai 8 juta orang, di Arab Saudi relatif besar jumlahnya, apalagi dengan kegiatan ibadah umrah dan haji- silih berganti.
Obat Modern Asli Indonesia Mengglobal
Menelisik potensi pasar obat herbal Indonesia di kawasan ASEAN, tentu kita perlu melihat bagaimana caranya agar produk lokal dapat dikenal di dunia internasional. Sebenarnya, tidak sedikit perusahaan-perusahaan bidang kefarmasian yang telah sukses mengenalkan produk jamu di kawasan ASEAN. Sebut saja Dexa Medica, Kalbe Farma, Martha Tilaar Group, Sido Muncul, Deltomed, Industri Jamu Borobudur, Kino, Air Mancur, secara Jamu Jago. Secara rumpun budaya, diantara anggota MEA sudah tidak asing lagi dengan pengobatan herbal/tradisional di negaranya masing-masing. Lantas, sudahkah para pengusaha obat herbal Indonesia membidiknya secara jitu dan tidak malu-malu?
Populasi pasar ASEAN dengan total penduduk sebesar sekitar 600 juta jiwa, tentunya membuat ASEAN muncul sebagai kekuatan ekonomi dunia yang akan terus bertumbuh. Terlebih dengan adanya fenomena era back to nature yang melanda dunia juga kawasan ASEAN. Di Manila, banyak dokter baik dari rumah sakit terkenal maupun klinik-klinik seperti Puskesmas yang memberi apresiasi produk herbal Indonesia yang sudah memiliki uji klinis.
Mereka meresepkan obat herbal yang sudah teruji klinis. Dalam perbincangan selanjutnya, diketahui bahwa yang menjadi pertimbangan utama adalah dukungan uji ilmiah. Tidak mempersoalkan, dari mana asal produk itu di produksi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan product branding dari Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) berimbas pada kebanggaan nation branding. Menariknya lagi, tidak sedikit produk herbal Indonesia ‘mejeng’ di outlet-outlet jaringan apotik terbesar di Manila, Mercury Drug.
Sedangkan di Kamboja, menurut data dari Kementerian Perdagangan RI, neraca perdagangan bilateral Indonesia dan Kamboja pada 2018, mencapai USD 558.619 juta (ekspor Indonesia: USD 525.597 juta, dan impor Kamboja: USD 33.022 juta). Pada periode Januari-April 2019, neraca perdagangan kedua negara mencapai USD 196.266 juta (meningkat 10,48% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018).
Produk Indonesia yang potensial dipsarkan di Kamboja, seperti makanan dan minuman, buah segar (salak), balsam, minyak herbal, obat-obatan (termasuk obat herbal), minyak goreng, kertas dan alat tulis, kerajinan tangan, hingga batik Indonesia mendominasi komoditas ekspor Indonesia ke Kamboja. Produk Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) sendiri yang sudah beredar di Kamboja. Dokter-dokter dan juga pengelola apotik di Kamboja pun mengaku sangat mengapresiasi produk-produk herbal Indonesia berbasis pada tersedianya uji ilmiah.
Dari pemaparan di atas, untuk sukses masuk pasar global, selain positioning product branding yang tepat, juga ada beberapa strategi yang perlu dicermati, yaitu:
- Pertama: Ciptakan nilai tambah pada produk obat herbal Anda, dan bangun Tim yang kuat untuk memasarkan. Inilah langkah yang harus dilakukan. Perlu juga, mempertimbangan untuk menyesuaikan ’selera’ permintaan konsumen lokal tempat destinasi produk Anda.
- Kedua: Menetapkan taktik dan strategi promosi yang tepat dan memilih partner bisnis yang handal, dan jika sudah mampu- maka dirikan perusahaan di setiap negara tujuan eskpor Anda.
- Ketiga: Jangan melupakan pasar diaspora Indonesia. Diaspora Indonesia tersebar di berbagai kawasan dunia. Berdasarkan data dari situs diasporaindonesia.org, jumlah diaspora Indonesia sekitar delapan juta orang tersebar di berbagai negara.
Penulis : Drs. Karyanto, MM. (Alumnus Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta, Founder JamuDigital PT. Global Medisina Indonesia).
Referensi:
- apt. Mayagustina Andarini, M.Sc, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik, Badan POM, KEBIJAKAN PENGAWASAN Obat Tradisional Indonesia, pada Seminar Nasional Society for Biological Engineering University of Indonesia Student Chapter, Universitas Indonesia, 2 Mei 2019.
- Website Kementerian Luar Negeri Indonesia: https://kemlu.go.id/phnompenh/id/news/1391/produk-indonesia-diserbu-masyarakat-siem-reap-pada-pameran-dagang-bersama-ri-kamboja