Salah satu mahasiswa Farmasi UGM, Febriyanti Siahaan berkesempatan mengenali perbedaan farmasi komunitas di Indonesia dengan di Malaysia dengan turun langsung melakukan internship/magang di salah satu Apotek di Kuala Lumpur, Malaysia selama 2 minggu.
“Perbedaan yang paling besar adalah kehadiran dietitian di apotek,” pungkasnya. “Dietitian/ahli gizi memiliki peran yang besar disin, meskipun tentu saja penanggungjawab tetaplah seorang apoteker,” sambungnya. Salah satu peran ahli gizi yang paling diminati oleh pelanggan adalah program diet. Seorang ahli gizi akan mengatur pola makan pelanggan sampai target berat badan yang diinginkan.
Apoteker komunitas di Malaysia secara umum memiliki fungsi dan wewenang yang hampir mirip dengan apoteker komunitas di Indonesia. Bahkan dapat dikatakan sama mulai dari proses pengadaan sampai pelayanan. Apoteker menjadi orang nomor satu di apotek yang dicari oleh pasien untuk mengonsultasikan masalah kesehatan dan pengobatan mereka. Hampir tidak satupun pasien yang datang tanpa konsultasi dengan apoteker.
Adapun apotek juga secara umum mirip dengan apotek-apotek yang ada di Indonesia, mulai dari layout hingga obat-obat OTC (on the counter) yang tesedia memiliki banyak brand yang sama seperti yang sering kita temui di apotek Indonesia. Salah dua aktivitas yang dilakukan selama internship adalah ikut serta melakukan cek kesehatan, membantu komunikasi program smoking cessasion yang bertujuan untuk membantu mengurangi jumlah perokok aktif.
Tidak hanya kesempatan mengenal farmasi komunitas di Malaysia, Febriyanti juga belajar mengenai budaya-budaya di Malaysia. Memang Indonesia dan Malaysia tidak memiliki budaya yang jauh berbeda, apalagi Febriyanti berasal dari Batam yang notabene adalah orang Melayu. (Febri)