‘Saya bersumpah/ berjanji akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui kerena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai apoteker. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hokum perikemanusiaan. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, kepartaian, atau kedudukan sosial. Saya ikrar sumpah/ janji ini dengan sungguh-sungguh dengan penuh keinsyafan.’ (Sumpah Apoteker)
Farmasi UGM – Sumpah Apoteker yang diucapkan mahasiswa profesi setelah menyelesaikan pendidikannya, bukanlah sekedar kata-kata biasa. Lebih jauh Dra. Meinarwati, M.Kes., Apt., mengingatkan bahwa kalimat-kalimat dalam Sumpah Apoteker tersebut bukan hanya bentuk simbolis janji antara manusia dengan manusia, namun juga manusia dengan Tuhan. Untuk itu dalam menjalankan profesi sebagai seorang farmasis kelak, diharapkan para lulusan apoteker, khususnya mahasiswa Farmasi UGM dapat menjalankan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab.
Sosok yang saat ini dipercaya untuk menjadi Ketua Kagama DKI Jakarta periode 2016-2021 tersebut mengatakan bahwa ketika seorang lulusan apoteker telah mengambil sumpahnya, maka ia berkewajiban memanfaatkan ilmu yang telah didapat demi kepentingan masyarakat luas. Khususnya kalimat pertama pada Sumpah Apoteker, Meinarwati menggarisbawahi tentang prioritas seorang apoteker dalam menjalankan profesinya kelak. “Bagi kami yang terjun di bidang kesehatan, sudah seharusnya mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,” ungkapnya.
Tiga puluh satu tahun Meinarwati mengabdikan diri di pemerintahan membuatnya cukup memahami berbagai permasalahan di bidang kesehatan di Indonesia. Menurutnya, pelayanan kesehatan di Indonesia masih memiliki banyak celah yang seharusnya dapat menjadi perhatian bersama. Terutama peran Apoteker dalam pelayanan bidang kesehatan saat ini memiliki peranan yang sangat penting untuk memberi edukasi tentang penggunaan obat yang baik dan benar. “Sebagai seorang apoteker, ada baiknya untuk juga belajar hal-hal lain di luar bidang fokusnya, jadi akan dapat menambah wawasan yang berguna saat nanti memasuki dunia kerja,” ungkap Meinarwati.
Selama bekerja di Kementerian Kesehatan, ia telah menangani berbagai permasalahan. Tidak hanya di lingkup kefarmasian saja, namun juga bidang lain seperti analisis informasi, pendidikan ketenagakerjaan kesehatan, public health, dan lain-lain. Pernah menjabat sebagai Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes selama 5 tahun dari 2005-2010, serta sebagai Kepala Pusat Profesi, Sertifikasi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri selama satu tahun, setelahnya membuat Meinarwati paham mengenai kompetensi tenaga kesehatan serta hal-hal yang bersifat teknis lainnya.
Sebelum menjadi Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisional, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan hingga akhirnya purna tugas pada akhir tahun 2017, Meinarwati sempat menjabat sebagai Kepala Balai Besar Pelatihan Kesehatan, dan Kepala Pusat Standardisasi, Sertifikasi dan Pendidikan Berkelanjutan SDM Kesehatan. Walaupun ia telah memasuki masa purna tugas sejak akhir tahun 2017 lalu, namun hingga saat ini Meinarwati masih aktif sebagai surveyor akreditasi FKTP yg bertugas di seluruh Indonesia. Sebagai seorang surveyor, membuat Meinarwati semakin memahami tentang kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas-puskesmas di seluruh Indonesia.
“Kondisi puskesmas di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan sekali,” terang Meinarwati. Menurutnya, tidak meratanya penyebaran tenaga farmasis di Indonesia menjadi salah satu faktor lemahnya pendistribusian obat-obatan kepada pasien puskesmas. “ Di dalam Sumpah Apoteker kan sudah jelas dikatakan bahwa setiap apoteker berkewajiban untuk mengutamakan kepentingan perikemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan, jadi marilah kita bersama-sama memperbaiki hal ini,” lanjutnya.
Saat ini, hanya sekitar 20% saja dari jumlah seluruh puskesmas di Indonesia yang memiliki tenaga apoteker. Padahal, keberadaan apoteker sangat dibutuhkan untuk memastikan pengelolaan obat dapat berjalan dengan baik dan benar, termasuk diantaranya penyimpanan dan pendistribusian kepada pasien. Melihat fenomena tersebut, Meinarwati kembali mengingatkan bahwa puskesmas masih menjadi lahan yang cukup luas untuk dapat dimanfaatkan para apoteker muda dalam mengaplikasikan ilmu dan pengetahuannya di bidang kesehatan. (Humas FA/ Yeny)