Farmasi UGM – Tahun 2018 hampir berakhir, begitu pula dengan masa kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi (BEM KMFA) UGM periode 2018 yang yang juga hampir memasuki masa pergantian. Beberapa gebrakan baru dibuat oleh para pengurus BEM KMFA. Salah satu yang paling nampak, mereka terbukti berhasil membangkitkan semangat kekeluargaan mahasiswa dengan mendukung penuh para kontingen Fakultas Farmasi dalam acara Porsenigama lalu. Ini terlihat dari jumlah supporter yang lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Terlebih dengan adanya maskot sebagai ikon ‘warga’ Farmasi UGM .
Diantara kesuksesan BEM KMFA Kabinet Karsa Ravindra tersebut, tentu kita tidak asing dengan Muhammad Bagaskara Reza. Mahasiswa angkatan 2015 ini adalah ketua BEM KMFA periode 2018 yang diangkat dengan aklamasi bersyarat. Kondisi saat itu, dimana hanya Bagas yang terdaftar sebagai satu-satunya calon ketua BEM KMFA memang tidak memungkinkan untuk dilakukan pencoblosan seperti biasanya. “Selain karena tidak ada pesaing, aku juga sudah menyiapkan grand design untuk organisasi ini kedepannya,” kata Bagas.
Ditanya soal motivasi menjadi ketua BEM KMFA, Bagas bercerita bahwa jabatan ketua BEM adalah salah satu media untuk bisa mengembangkan diri dan mengajak orang lain lain berkembang. Bagi mahasiswa kelahiran Kebumen, 1 Januari 1997 ini, menjadi orang yang bermanfaat adalah salah satu tujuan hidupnya. Menurutnya, dengan menjadi ketua BEM, ia memiliki kesempatan untuk berhubungan dengan 84 Universitas yang tergabung dalam Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi seluruh Indonesia (ISMAFARSI). “Aku jadi bisa tahu tentang isu dan bisa mendengarkan keluhan mereka tentang kefarmasian nasional,” terangnya.
Dengan menjadi anggota ISMAFARSI, Bagas bersama teman-temannya kemudian membuat kajian tentang isu moratorium Prodi S1 Farmasi, dengan BEM KMFA sebagai koordinator pusat. Hal tersebut berangkat dari keresahan bersama tentang ketimpangan antara jumlah prodi S1 dan Program Profesi Apoteker di Indonesia. Di Indonesia sendiri, peningkatan jumlah Prodi S1 Farmasi sendiri memang terlihat signifikan. “Sebanyak 200 Prodi S1 Farmasi tidak diimbangi dengan Program Profesi Apoteker yang hanya berjumlah 48,” kata Bagas. Melalui BEM KMFA dan ISMAFARSI, Bagas berharap dapat andil untuk memberikan solusi atas permasalahan nasional tersebut.
Inovasi Bagas dalam mengmbangkan peran BEM KMFA memang tidak diragukan lagi. Mengawal isu kefarmasian nasional, mengembangkan semangat kekeluargaan dalam internal mahasiswa Farmasi UGM, serta memberikan apresiasi bagi sesama mahasiswa agar tidak takut berprestasi memang bagian dari grand design Bagas dalam pencalonanannya sebagai ketua BEM KMFA kala itu. Ada tiga hal yang menjadi fokusnya, yaitu politik pergerakan, rasa cinta dan rasa bangga, serta apresiasi prestasi bagi mahasiswa Farmasi UGM.
Bicara soal prestasi mahasiswa, pencapaian Bagas sudah tidak perlu diragukan lagi. Disela-sela kesibukannya sebagai ketua BEM KMFA, anggota ISMAFARSI, dan mentor debat PHARMATALK, tidak sedikit pula berbagai macam lomba yang turut diikutinya. Terbukti, Bagas memiliki catatan panjang prestasi baik yang berkala nasional maupun internasional.
Bagi mahasiswa yang memiliki minat dalam kajian kebijakan kefarmasian tersebut, waktu adalah sesuatu yang tidak boleh disia-siakan. “Saya merasa ada yang salah ketika saya berada di zona nyaman dan tidak ada deadline apapun,” ungkapnya. Bagas bercerita bahwa dirinya lebih menyukai kegiatan yang padat daripada tidak melakukan apapun. Saat ini, di tengah-tengah kesibukannya dalam berorganisasi dan kegiatan akademik lainnya, ia masih sempat menekuni hobinya, yaitu photography. (Humas FA/ Yeny)