Farmasi UGM – Mahasiswa Farmasi Universitas Gadjah Mada kembali membawa kemenangan. Kali ini melalui Business Plan Competition 2018 yang diadakan oleh Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan PT. Bio Farma, dua tim dari UGM berhasil mendapatkan Juara 2 dan Juara 3. Sedang untuk Juara pertama dipegang oleh tuan rumah, Universitas Padjadjaran. Di bawah bimbingan M.Rifqi Rokhman, M.Sc., Apt. dan Dr. Bondan Ardiningtyas, M.Sc., Apt., para mahasiswa Farmasi UGM berhasil menunjukkan kebolehannya di rangkaian kegiatan Bandung International Conference on Colaborating Pharmacy Research (BICCPR) 2018.
Dalam kompetisi tersebut, karya dari mahasiswa UGM cukup menarik perhatian para juri karena keorisinalitasan idenya. Tim yang terdiri dari Agung Rizky Prasetyo, Ni Putu Ayu Linda Permitasari, dan Wahyu Adiningsih berhasil keluar sebagai Juara 2 setelah mempresentasikan rancangan usaha berjudul “e-Potics: The Pioneer of Online Application As Pharmaceutical Services Partner in Indonesia”.
Berbeda dengan Juara 1 yang memiliki ide tentang aplikasi untuk mengingatkan konsumen dalam minum obat, secara garis besar, proposal Juara 2 membahas tentang rencana untuk mengembangkan sebuah aplikasi untuk memudahkan para konsumen dalam mendapatkan obat yang dibutuhkan, baik yang tanpa resep ataupun dengan resep. “Untuk obat yang tanpa resep nanti akan dilayani seperti aplikasi-aplikasi yang sudah ada, sedang untuk melayani obat dengan resep dokter, nanti kita akan bekerja sama dengan para apoteker,” jelas Linda.
Tidak kalah kreatif dengan tim Juara 2, tim Farmasi yang mendapatkan Juara 3 juga menawarkan ide usaha yang sangat unik. Dengan judul “Floating Pharmacy (A-pung) As a Solution to Drug Distribution in Anambas (Kepulauan Riau). Tim yang terdiri dari Muhammad Bagaskara Reza, Shahiroh Haulaini, dan Dian Resti Setyaningrum menawarkan sebuah gagasan usaha di masa depan berupa apotek terapung.
Ide ini dipilih setelah melihat kondisi Anambas yang didominasi oleh wilayah perairan dan minimnya fasilitas kesehatan. Hal ini juga ditujukan untuk menjawab permasalahan pemerataan kesehatan yang tidak sampai karena keterbatasan transportasi, khususnya di Anambas. “Dalam rancangan kita, selain dibuat bangunan apotek permanen di salah satu pulau, kita juga akan memanfaatkan speed boat untuk distribusi obat yang merata,” kata Bagas. Ditanya soal mengapa Anambas dipilih sebagai objek kajian, Bagas mengatakan bahwa Anambas merupakan salah satu wilayah dengan kasus demam berdarah dan malaria tertinggi di Indonesia. (Yeny/ Humas FA)