Penemuan senyawa aktif sebagai senyawa penuntun dalam usaha penemuan obat sangat diperlukan. Salah satunya dengan menemukan senyawa aktif dari bahan alam. Dosen Farmasi UGM, Dr. Sri Mulyani, SU., Apt., berhasil menemukan tiga senyawa baru dari daun tanaman Kirinyuh (Eupatorium inulifolium). Daun tanaman yang ia dapatkan dari daerah Kaliurang Yogyakarta ini, menurut Sri Mulyani, setelah diteliti mengandung dua senyawa triperten pentasiklik dan satu senyawa triperten tetrasiklik.
“Awalnya saya hanya ingin menentukan struktur senyawa kimia dalam tanaman itu,” kata Sri Mulyani Mulyadi dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi UGM yang bertajuk Aplikasi Farmasi Fisik, Kimia Medisinal dan Toksikologi dalam Praktik Kefarmasian, Selasa (15/8), di Gedung University Club UGM.
Penelitian terhadap tanaman obat ini dihabiskan lebih dari separuh dari masa kerjanya sebagai dosen di Fakultas Farmasi UGM. Ketekunannya dalam meneliti tidaklah sia-sia karena ia berhasil menemukan struktur senyawa baru dalam tanaman tersebut yang ia namakan dengan mengambil namanya sendiri. Selama melakukan penelitian, menurutnya, spesies tanaman tropis Indonesia ini diketahui mengandung flavonoid dan sesquiterpene lakton yang bersifat sitotoksis dan toksis.
“Untuk memodifikasi senyawa dalam Eupatorium dapat dilakukan dengan melakukan perpanjangan rantai, menambah ikatan rangkap dan melakukan pembentukan senyawa gabungan,” katanya.
Senyawa aktif dalam tanaman Kirinyuh tersebut lalu diuji pada lima macam sel, yaitu sel Mieloma, sel Hella, sel kanker payudara T47D dan MCF7 dan sel Vero. Selain itu, juga dilakukan docking antara senyawa triperten pentasiklik dengan target sel kanker. Meski tidak menjelaskan lebih rinci potensi tanaman tersebut untuk obat kanker, namun Sri Mulyani menegaskan senyawa triperten pentasiklik dalam bentuk ester lebih aktif dibanding senyawa tidak dalam bentuk ester atau bentuk alkohol. “Untuk pengembangan obat perlu dilakukan riset lebih panjang, namun ada potensi ke arah itu (obat kanker),” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Farmasi UGM, Prof. Dr. Suwaldi Martodiharjo, M.Sc., Apt., menegaskan sifat fisikokimia obat menentukan formulasi sediaan farmasi. Setiap obat nemiliki sifat fisikokimia berbeda karena ada perbedaan struktur molekul. “Bagi apoteker, keharusan bagi mereka untuk mengetahui struktur molekul karena akan mengetahui sifat fisikokimia dan stabilitas sebuah obat,” katanya.
Sementara itu, Prof. Dr. Sugiyanto, Su., Apt., dalam pemaparannya mengatakan bidang ilmu toksikologi semakin menarik perhatian para ilmuwan dan para penentu kebijakan karena semakin banyak ditemukan senyawa asing atau xenobiotik pada obat-obatan, pestisida, polutan lingkungan, zat aditif makanan serta senyawa produk industri. Namun demikian, farmasis masih belum banyak terlibat dalam kegiatan toksikologi forensik dan lingkungan. Padahal, kemampuan dalam bidang toksikologi mampu menganalisis senyawa dalam sampel hayati untuk kegiatan forensik maupun kemampuan analisis senyawa dalam jumlah kecil, mikro dan nano. “Kemampuan analisis ini tentu sangat berperan lagi apabila dikombinasi dalam pemahaman farmakologis, biokimiawi, fisiologis dan patologis,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)