Pendahuluan
Sejak Covid-19 pertama kali dilaporkan oleh WHO di Wuhan China pada akhir Desember 2019, saat ini telah menyebar ke lebih dari 180 negara termasuk Indonesia. Semua negara berupaya mempersempit penyebaran virus Covid-19 yang ditransmisikan antar manusia melalui droplet (1). Virus sangat berbeda dengan bakteri dalam hal ukuran yaitu 40-160 nm, memiliki struktur berupa tonjolan glikoprotein dan membrane protein berbentuk amplop yang memiliki kemiripan struktur dengan virus SARS-CoV hingga 75-90%. Struktur gen pada Covid-19 juga mirip dengan SARS-CoV (>80%). Covid-19 akan inaktif jika terkena sinar ultraviolet dan suhu tinggi serta disinfektan yang bersifat lipofil (larut lemak) yaitu : eter, etanol, klorin, asam peroksi asetat dan kloroform (2). Covid-19 akan berkembang biak dalam tubuh manusia dalam masa inkubasi 3-7 hari bahkan hingga 14 hari. Sepanjang daya tahan tubuh manusia yang terinfeksi cukup, maka Covid-19 akan mati dengan sendirinya (self limiting disease) (3). Hingga saat ini belum ada obat antivirus yang spesifik direkomendasikan untuk terapi Covid-19, sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah upaya pencegahan penyebaran (transmisi) virus dengan mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer lebih sering dengan air mengalir, menghindari menyentuh area muka, jika batuk dan bersin ditutupi dengan lengan atas atau sapu tangan, hindari kerumunan dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS)/ gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS). Makan dengan gizi seimbang adalah makanan empat sehat lima sempurna dengan porsi sayur dan buah 2-5 porsi dalam sehari merupakan upaya untuk mempertahankan daya tahan tubuh melawan infeksi Covid-19 (4).
Mengenal Antiseptik dan Disinfektan
Salah satu cara memutus rantai penularan Covid-19 adalah dengan menjaga kebersihan dengan membunuh virus Covid-19 sebelum ia menginfeksi manusia. Berbagai cara diantaranya adalah menggunakan antiseptik untuk membasuh tangan dan bagian tubuh, dan disinfektan yang disemprotkan atau diusapkan pada berbagai benda mati yang mungkin terpapar virus. Namun demikian saat ini muncul fenomena penyemprotan disinfektan secara massif pada berbagai tempat, bahkan langsung kepada manusia dengan alasan untuk membunuh virus yang mungkin menempel pada baju atau badan manusia. Sebelum kita membahas hal tersebut, mari kita kenali dulu istilah-istilah antiseptik dan disinfektan.
Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa, untuk mengurangi kemungkinan infeksi, sepsis atau pembusukan (putrefaction). Beberapa antiseptik adalah germisida sejati, yang mampu menghancurkan mikroba (bakteriosidal), sementara yang lain bersifat bakteriostatik dan hanya mencegah atau menghambat pertumbuhannya. Antiseptik sering digunakan misalnya untuk membersihkan luka, mensterilkan tangan sebelum melakukan tindakan yang memerlukan sterilitas (contohnya: povidon iodin, kalium permanganat, hydrogen peroksida, alkohol). Hand sanitizer pada umumnya adalah mengandung antiseptik, seperti alkohol 60-70%. Kadar bahan aktif pada antiseptik jauh lebih rendah daripada disinfektan.
Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme (misalnya pada bakteri, virus dan jamur kecuali spora bakteri) pada permukaan benda mati, seperti furniture, ruangan, lantai, dll. Disinfektan tidak digunakan pada kulit maupun selaput lendir, karena berisiko mengiritasi kulit dan berpotensi memicu kanker. Hal ini berbeda dengan antiseptik yang memang ditujukan untuk disinfeksi pada permukaan kulit dan membran mukosa.
Disinfektan dapat digunakan untuk membersihkan permukaan benda dengan cara mengusapkan larutan disinfektan pada bagian yang terkontaminasi, misalnya pada lantai, dinding, permukaan meja, daun pintu, saklar listrik dll. Penggunaan disinfektan dengan teknik spray atau fogging telah digunakan untuk mengendalikan jumlah antimikroba dan virus di ruangan yang berisiko tinggi. Pada ruangan yang sulit dijangkau biasanya digunakan sinar UV dengan panjang gelombang tertentu. Proses ini akan mencegah penularan mikroorganisma patogen dari permukaan benda ke manusia.
Terdapat beberapa produk disinfektan yang direkomendasikan untuk disinfeksi, misalnya sodium hipoklorit, amonium kuarterner (sejenis deterjen kationik), alkohol 70 % dan hidrogen peroksida. Perhatikan petunjuk penggunaan pada label agar produk dapat digunakan dengan efektif dan aman. Perlu diperhatikan, konsentrasi disinfektan yang digunakan serta waktu kontak antara objek dengan disinfektan (antara 1 hingga 10 menit tergantung dari jenis disinfektan). Hal yang perlu diperhatikan adalah penggunaan sarung tangan dan pastikan ventilasi yang baik untuk mengurangi paparan pada saat menggunakan disinfektan (5,6).
Lalu, bagaimana membunuh virus Covid-19?
Seperti disebutkan di atas, virus Covid-19 diketahui memiliki lapisan dinding virus yang tersusun dari amplop lipoprotein yang membungkus RNA di bagian dalamnya. Agar virus ini bisa mati, maka dibutuhkan bahan yang mampu merusak amplop dan material di dalamnya. Amplop ini tidak bisa dihancurkan dengan air saja, sehingga perlu bahan lain yaitu alkohol atau surfaktan (yang banyak dipahami oleh masyarakat sebagai sabun) sesuai saran WHO (7).
Lalu apakah ada bahan lain yang dapat menghancurkan virus Covid-19? EPA (Environmental Protection Agencies), suatu badan perlindungan lingkungan, telah merilis sejumlah 351 sediaan yang dapat digunakan sebagai disinfektan untuk membunuh virus termasuk human Coronavirus lengkap dengan waktu kontak yang efektif. Di bawah ini akan dikaji mekanisme dan efek dari beberapa disinfektan yang sering digunakan, yaitu etanol, sodium hipoklorit, hidrogen peroksida, ammonium kuarterner, dan sebagainya (8).
Etanol dengan konsentrasi minimal 60% sudah diketahui dapat melarutkan bagian lipid atau lemak dari dinding virus sehingga virus akan rusak. Karena etanol juga mampu larut dengan air, maka sangat menguntungkan karena dapat melarutkan virus yang amplopnya bersifat larut air (non-lipophilic virus). Bahan golongan klorin (contohnya klorin dioksida, sodium hipoklorit, asam hipoklorit) dapat membunuh virus dengan jalan masuk menembus dinding virus dan akan merusak bagian dalam virus. Klorin adalah cairan/bahan yang mudah menguap, sehingga memiliki risiko mengganggu pernafasan bila terhirup dan menimbulkan sesak nafas sampai iritasi paru-paru, sesuai banyaknya klorin yang terhirup. Benzalkonium klorida, salah satu golongan surfaktan kationik yang saat ini banyak digunakan pada cairan disinfektan, juga mampu merusak dinding virus. Apabila terhirup juga dapat menimbulkan bahaya dalam pernafasan dan beberapa orang dapat mengalami reaksi alergi atau kambuhnya asma. Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan senyawa oksidator kuat yang dapat merusak dinding virus dan mampu merusak material di dalamnya. Penggunaan hidrogen peroksida secara berlebihan akan menyebabkan iritasi hingga rusaknya kulit. Penggunaan bersama-sama antara hidrogen peroksida (1%) dengan peracetic acid (0,08%) juga efektif untuk merusak dinding virus. Informasi ini semua dapat ditemukan dalam website Centers for Disease Control and Prevention (9).
Lenntech juga menyebutkan gas ozon sebagai alternatif disinfektan yang dapat membunuh bakteri. Sejatinya ozon merupakan gas toksik bagi manusia yang dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan mulut kering, batuk, sakit kepala dan rasa tercekik. Oleh karena itu, pemakaian ozon harus dilengkapi dengan monitor untuk memantau konsentrasi ozon di udara. Dosis aman ozon di udara adalah kurang dari 0,3 ppm dengan durasi maksimal 15 menit. Udara harus dijaga kelembabannya, karena adanya molekul air dapat menyebabkan terbentuknya radikal hidroksida (-OH radikal) dan dapat juga berikatan dengan nitrogen udara yang selanjutnya membentuk asam nitrat yang bersifat korosif (10). Karena itu, penggunaan ozon sebagai disinfektan harus mempertimbangkan kelembaban udara (harus kering), kadar ozon, durasi paparan, dan dilakukan pada ruangan tertutup.
Bagaimana dampak penyemprotan disinfektan ke lingkungan atau manusia?
Beberapa senyawa di atas, ditujukan untuk disinfektan artinya untuk diaplikasikan pada permukaan benda-benda mati agar berkurang jumlah kontaminan virus atau mikroorganisme yang menempel. Lalu apakah dapat diaplikasikan seperti halnya kegiatan penyemprotan disinfektan secara langsung kepada manusia (secara langsung maupun lewat bilik disinfeksi) atau pada lingkungan? Tentu tidaklah baik dan dan masih diragukan manfaatnya. Risiko yang diterima oleh manusia sebagai target yg disemprot sangat besar seperti efek samping yang terjadi pada kulit, mata dan pernafasan, karena tidak terkontrol berapa jumlah yang terpapar. Di samping itu, bahaya di kemudian hari juga harus dipertimbangkan. Semua bahan kimia yang tumpah atau sengaja dibuang ke lingkungan, baik lewat udara, air atau tanah akan mengalami pergerakan yang saling bertautan. Ketika disinfektan disemprotkan ke udara, maka dia akan jatuh ke tanah bila ada hujan turun, maka ada sebagian yang terbawa melalui air hujan atau meresap ke dalam tanah.
Disinfektan ini sebagian besar adalah berspektrum luas, artinya tidak hanya membunuh virus Covid-19 yang disasar, tetapi juga dapat membunuh mikroorganisme lain yang seharusnya ada di lingkungan, misalnya yang diperlukan mengurai sampah. Hal ini akan mengganggu keseimbangan lingkungan. Bahkan, mikrorganisme yang bertugas menguraikan bahan kimia disinfektan tadi juga ikut mati dan punah, sehingga disinfektan akan lebih lama berada di lingkungan. Bila demikian, maka sisa disinfektan yang ada di tanah maupun air, akan dapat terserap oleh tanaman dan mengikuti rantai makanan yaitu ke hewan kecil pemakan tanaman, hewan besar dan ke manusia. Bila disinfektan ini mampu berikatan dengan lemak pada tubuh pemangsanya, maka akan terjadi penumpukan dalam tubuh. Manusia sebagai pemakan tumbuhan dan hewan barangkali akan mengakumulasi paling banyak lagi. Di samping itu, bahan disinfektan juga dapat mengubah sifat genetik dari mikroba yang terpapar dan tidak mati, menjadi mikroba yang bermutasi, sehingga keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Sebagai contoh, benzalkonium klorida di alam, dapat terdeposit dalam tanah dan akan mampu terlarut kembali dan diserap oleh tanaman (11). Klorin juga demikian, akan mampu berinteraksi dengan senyawa aromatic benzene membentuk poly chlorinated benzene (PCB) yang memiliki waktu tinggal di alam sangat lama bahkan hitungan tahunan karena sulit untuk diurai (12).
Berdasarkan kajian di atas, maka perlu mendudukkan kembali fungsi disinfektan yaitu diperuntukkan pada benda mati (perabotan, lantai, lemari, permukaan meja, gagang pintu, dll) dan tidak dikenakan langsung pada manusia. WHO juga menyatakan bahwa penyemprotan alkohol maupun disinfektan akan membahayakan manusia dan tidak akan efektif membunuh virus.
Mencegah penularan dengan meningkatkan daya tahan tubuh
Selain dengan menjaga kebersihan melalui cuci tangan, mendisinfeksi peralatan dan ruangan, maka cara mencegah penularan Covid-19 adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh. Virus pada dasarnya dapat dilawan dengan sistem imun yang kuat yang dapat diciptakan dengan pola makan dan pola hidup sehat, sehingga dapat sembuh sendiri (self-limiting disease). Dari berbagai laporan diketahui bahwa kematian akibat Covid-19 sebagian besar terjadi pada pasien yang telah mengalami penurunan sistem imun sebelumnya dan telah memiliki penyakit penyerta yang parah, serta usia lanjut. Pada pasien yang lebih muda dan kuat, umumnya mereka akan sembuh dengan cepat, atau bahkan tidak muncul gejala.
Karena itu, dalam masa tanggap darurat akibat penyebaran virus corona seperti saat ini, hal terpenting yang harus kita lakukan adalah menjaga daya tahan tubuh. Salah satu zat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh adalah vitamin C. Zat ini mudah ditemukan di dalam buah yang sering kita konsumsi. Beberapa contoh buah yang dapat kita konsumsi untuk menjaga daya tahan tubuh antara lain buah jambu biji, pepaya, tomat, stroberi, jeruk, kiwi, paprika dan brokoli (FDA Daily Values Guidelines). Selain vitamin C, beberapa buah juga menjadi sumber vitamin E. Manfaat vitamin E antara lain sebagai antioksidan dan menjaga organ-organ pencernaan. Alpukat, mangga, jambu biji, pepaya, dan tomat adalah contoh sumber penghasil vitamin E yang mudah kita peroleh (13). Selain buah, beberapa sayuran juga menjadi penghasil vitamin E, seperti bayam, brokoli, paprika, labu, dan wortel. Zat lain yang tidak kalah penting manfaatnya adalah pro vitamin D. Dalam masa tanggap darurat ini pro vitamin D penting untuk mengurangi risiko stres. Jamur tiram, jamur kancing, susu sapi, susu kedelai adalah beberapa contoh sumber penghasil pro vitamin D yang penting bagi tubuh (14). Pro vitamin D akan memberikan efek sebagai senyawa yang mampu meningkatkan system imun tubuh jika sudah berbentuk vitamin D, proses ini memerlukan paparan sinar UV dari sinar matahari utamanya UVB. Oleh karena itu perlu berjemur di pagi hari atau sore hari selama setidaknya 15 menit setiap hari. Perlu diperhatikan konsumsi bahan-bahan makanan ini harus sebanyak 2-5 porsi dalam sehari sesuai anjuran dari Kementrian Kesehatan.
Kesimpulan
Demikian kajian terkait penggunaan disinfektan yang tepat untuk mencegah penularan Covid-19. Usaha-usaha untuk melakukan disinfeksi yang saat ini dilakukan secara sukarela oleh masyarakat perlu diapresiasi, namun perlu diberi edukasi untuk melakukan dengan tepat. Jangan sampai niat baik yang dilakukan justru memberikan dampak yang merugikan bagi kesehatan dan lingkungan.
Dari beberapa kajian, kami merekomendasikan:
- Penyemprotan disinfektan langsung kepada manusia dan mahluk hidup lainnya (tumbuhan dan hewan) secara langsung tidak disarankan. Hal ini di samping tidak efektif, juga dikuatirkan akan mengganggu ekosistem mikoroorganisme pada lingkungan.
- Penggunaan bilik (chamber) untuk penyemprotan dengan disinfektan langsung kepada manusia tidak disarankan, kecuali menggunakan cairan antiseptik yang sudah dipastikan aman dan melindungi bagian tubuh yang terbuka terhadap paparan.
- Untuk manusia, pencegahan terhadap penularan virus dapat dilakukan dengan sering cuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer serta menjaga pola makan dan pola hidup sehat untuk menjaga daya tahan tubuh.
- Penyemprotan disinfektan terhadap lingkungan perlu dipertimbangkan dengan membatasi jumlah dan daerah yang disemprot misalnya ruangan yang membutuhkan sterilitas di rumah sakit dan ruangan di mana terdapat PDP.
- Cara terbaik menggunakan disinfektan adalah langsung mengelap/mengusapkan pada benda-benda, seperti permukaan meja, kursi, gagang pintu, tombol lift, dll yang diperkirakan rentan tertempel virus Covid-19.
Penulis
Endang Lukitaningsih, Ika Puspitasari, Zullies Ikawati, Fita Rahmawati, TN Saifullah, Djoko Santosa, Woro Haryaningsih, Agung Endro Nugroho, Hilda Ismail, Marchaban.
Referensi
- World Health Organization. Available online: https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/modes-of-transmission-of-virus-causing-covid-19-implications-for-ipc-precaution-recommendations.
- Chen Y, Liu Q, Guo D. Emerging coronaviruses: Genome structure, replication, and pathogenesis. Med. Virol. 2020 Apr;92(4):418-423.
- Li Q, Guan X, Wu P, Wang X, Zhou L, Tong Y, dkk. Early Transmission Dynamics in Wuhan, China, of Novel Coronavirus-Infected Pneumonia. Engl. J. Med. 2020 Jan 29.
- Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease (COVID-19). 27 Maret 2020.
- Rutala, W A., Weber, D J. and the Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee (HICPAC). 2019. Guideline for Disinfection and Sterilization in Healthcare Facilities, 2008 Update: May 2019. https://www.cdc.gov/infectioncontrol/guidelines/disinfection/disinfection-methods/chemical.html
- CDC’s Cleaning and Disinfection Recommendations for COVID-19, https://www.epa.gov/pesticide-registration/list-n-disinfectants-use-against-sars-cov-2
- https://www.who.int/health-topics/coronavirus#tab=tab_2
- https://www.epa.gov/pesticide-registration/list-n-disinfectants-use-against-sars-cov-2
- https://www.cdc.gov/infectioncontrol/guidelines/disinfection/disinfection-methods/chemical.html
- https://www.lenntech.com/library/ozone/toxicology/ozone-toxicology.htm
- Ulas Tezel, Spyros G Pavlostathis, 2015, Quarternary ammonium disinfectan: microbial adaptation, degradation and ecology, Current Opinion in Biotechnology, 33, p 296-304
- Stenuit, B., & Agathos, S. N. (2015). Deciphering microbial community robustness through synthetic ecology and molecular systems synecology. Current Opinion in Biotechnology, 33, 305–317.
- https://www.webmd.com/diet/ss/slideshow-vitamin-e-guide
- https://healthline.com.nutrition