Dirut Kimia Farma M. Syamsul Arifin mengatakan, teknologi biofarming merupakan terobosan yang dapat menurunkan biaya produksi hingga 10 persen dari cara konvensional yang menggunakan mikroba maupun sel hewan. Karena menggunakan media tanaman, maka teknologi ini sangat sesuai dengan iklim tropis yang kaya akan sinar matahari dan tanah yang subur.
“Bioteknologi merupakan salah satu prioritas nasional dalam kebijakan riset dan teknologi yang saat ini menjadi agenda penting dari Kementerian Riset dan Teknologi dengan dimulainya proyek nasional ‘biosland’ dimana salah satu agendanya pengembangan bioteknologi untuk aplikasi bidang farmasi dan kesehatan,” kata Syamsul Arifin.
Dirut Kimia Farma ini tampil dalam seminar “Biofarming, Solusi Pengembangan Obat dan Peluang bagi Industri Farmasi” yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Fakultas Farmasi UGM kerjasama dengan PT BP Kedaulatan Rakyat di Auditorium Magister Manajemen UGM. Seminar juga mengundang pembicara antara lain pakar Bioteknologi Dr. Arief Budi Witarto.
Menurut Ketua Panitia Seminar BEM KM Fakultas Farmasi UGM Niken Nuri Marlinda, seiring dengan perkembangan teknologi kefarmasian Indonesia dengan berbagai permasalahannya telah ditemukan ‘technology biopharmaceutical moleculer farming (biofarming)’. Temuan ini bisa menjadi teknologi alternatif untuk mengatasi permasalahan – permasalahan yang kini muncul di industri kefarmasian.
Prospek bioteknologi ini menurut Syamsul Arifin mampu melakukan berbagai proses penting dalam dunia industri di berbagai bidang, antara lain kesehatan, pangan, pertanian, industri lainnya, serta lingkungan. Pelaku, investor dan inovator produk bioteknologi akan mendominasi pasar farmasi atau kesehatan masa mendatang. Dengan adanya implementasi perusahaan meskipun memerlukan waktu (jangka panjang).
Kendala yang dihadapi bioteknologi ini karena high regulated, produksi bahan yang berasal dari produk transgenik harus mendapat legalisasi dari Komisi Etik Internasional dan untuk Indonesia diwakili oleh Balai Penelitian Biogen Bogor. Karena tembakau sebagai produk perantara, maka harus mengikuti aturan Deptan yang meliputi, uji keamanan hayati untuk melihat keamanan tembakau kepada lingkungan seperti kemungkinan transfer gen.
Uji keamanan pangan untuk melihat dampak sebagai produk pangan meskipun tidak akan dikonsumsi sebagai produk pangan, melainkan untuk rokok atau susur, namun harus tetap dilakukan pengujian oleh Tim Teknis Kemanan Hayati dan Keamanan Pangan Deptan. Uji multilokasi yang dilakukan setelah kedua uji tersebut lolos yaitu penanaman dibeberapa lokasi.
“Uji lokasi ini untuk melihat kecocokan pertumbuhan sebelum mendapat persetujuan akhir Deptan untuk pelepasan varietas yang berarti sudah boleh ditanam dimana saja seperti produk pertanian umumnya. Disamping aturan-aturan tersebut tentunya peraturan di industri farmasi harus dilakukan untuk memastikan keamanan, kualitas dan afficacy produk” kata M. Syamsul Arifin.
Sumber : Kedaulatan Rakyat 27 Mei 2008