KAGAMA.CO, YOGYAKARTA – Jumlah perguruan tinggi farmasi di Indonesia mencapai 264.
Jumlah ini lebih banyak dari jumlah prodi bidang kesehatan lainnya.
Hal ini disampaikan oleh Dekan Fakultas Farmasi, Prof. Dr. Agung Endro Nugroho, S.Si., M.Si., Apt. dalam Seminar Nasional dan Talkshow Kefarmasian bertajuk Perkembangan Paradigma Apoteker dalam Menghadapi Disrupsi Percepatan Inovasi di Era Revolusi Industri 4.0, pada Minggu (20/10/2019) di Hotel Grand Mercure Yogyakarta.
Data tersebut, kata Agung, menunjukkan bahwa apoteker dan calon apoteker sebetulnya punya kekuatan di Indonesia.
“Jika dikelola dengan baik akan meningkatkan eksistensi apoteker. Kita perlu mencermati tantangan dan kesempatan yang ada. Kemudian cermat mempersiapkan diri demi menyongsong revolusi industri 4.0,” ungkap Agung.
Kasubdit Manajemen dan Klinikal Farmasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian, Dina Sintia Pamela, S.Si., Apt, M.Farm memaparkan berbagai tantangan dan peluang tersebut.
Dijelaskan olehnya, bonus demografi perlu dimanfaatkan dengan baik.
“Saat ini usia produktif menanggung usia yang tidak produktif. Usia Harapan Hidup (UHH) Indonesia mencapai 71 tahun. Tetapi, selama 8 tahunnya mengalami gangguan kesehatan. Ini yang harus kita perkecil. UHH diperpanjang, tetapi produktivitasnya juga meningkat,” jelas Dina.
Belum lagi dengan tren penyakit yang saat ini bergeser. Penyakit infeksi masih ada, tetapi jumlah penyakit tidak menular lebih banyak, sehingga Indonesia mengalami double burden.
“Terdapat lima masalah kesehatan yang dihadapi yakni, pasien Tuberculosis yang makin banyak, stunting, imunisasi, serta jumlah kematian ibu dan balita,” ujarnya.
Untuk menghadapi tantangan pembangunan kesehatan itu, kata Dina, pemerintah sedang menjalankan program Indonesia Sehat.
Pertama, pemerintah sedang membangun paradigma sehat lewat edukasi penggunaan obat di rumah tangga.
Kedua, penguatan layanan kesehatan meratakan tenaga kesehatan, terutama apoteker ke seluruh di puskesmas, termasuk di daerah terpencil.
“Yang ketiga, pemerintah selalu berupaya agar semua orang bisa mengakses layanan kesehatan,” paparnya.
Bagaimana keterkaitan pembangunan kesehatan dengan revolusi industri 4.0?
Menurut Dina, sentuhan teknologi, di satu sisi adalah peluang baik untuk mengatasi masalah kesehatan.
Tetapi, jika dipegang oknum, maka penggunaan obat menjadi tidak rasional dan keamanan pasien terabaikan.
Meskipun demikian, perubahan bersama konsekuensinya itu tak terhindarkan.
Untuk itu pemerintah sudah memanfaatkan teknologi untuk tata kelola dan pelayanan kesehatan.
Pihaknya memiliki visi menjadikan Indonesia bagian dari 10 besar kekuatan eknonomi dunia.
“Tantangan saat ini dan ke depan, akan ada banyak pekerjaan yang diambil alih oleh teknologi. Otomatisasi menjadi tantangan bagi farmasi, bagaimana mempertahankan eksistensinya di dunia industri,” tandasnya.
Ada lagi pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) di bidang kesehatan.
Dalam hal ini, kegiatan-kegiatan sudah bisa dikelola sistem, sedangkan manusia hanya sebagai penanggungjawab.
“Kemudian ada big data, tetapi saat ini data yang dikelola belum terstruktur,” ungkapnya.
Menurutnya, bidang farmasi Indonesia yang juga perlu dikembangkan di antaranya produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan, pelayanan kefarmasian dan kesehatan, pengendalian inventori obat nasional dan manajemen supply obat, serta digitalisasi kesehatan dan perusahaan rintisan bidang farmasi.
“Beberapa adaptasi yang kita lakukan secara nasional yaitu, menggunakan IT untuk tata kelola obat, dalam pengadaan obat kami menggunakan e-katalog, serta mengikutsertakan swasta menyusun regulasi e-farmasi,” jelas Dina.
Dina mengatakan, bidang farmasi dewasa ini tidak hanya mengembangkan wawasan kefarmasian.
Tetapi juga penambahan skill-skill teknologi, kreativitas, sikap adaptif dan inisiatif.
“Dalam merespon perubahan, institusi pendidikan perlu mendorong calon farmasisnya untuk kreatif memanfaatkan teknologi, termasuk mencoba menerapkan prototype-prototype teknologi baru,” katanya.
Selain dua pembiara di atas, pembicara lain yang hadir untuk mengisi seminar dan talkshow di sesi-sesi selanjutnya yakni Manufacturing Director PT Kalbe Farma Drs. Pre Agusta Siswantoro, MBA, Apt., Ketua Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Drs. Nurul Fallah Eddy Pariang, Kepala Instalasi Farmasi RSUP dr Sarjito, Asri Riswiyanti, SF, Apt, M.Sc, dan Dra. L. Endang Budiarti, M.Pharm, Apt.
Seminar ini merupakan salah satu rangkaian Pharmacious 2019. Selain seminar, sebelumnya telah digelar Debat Nasional Kefarmasian dan Kompetisi Poster Publik yang bertempat di Fakultas Farmasi UGM.
Dalam penyelenggaraannya, tahun ini Pharmacious 2019 antara lain didukung oleh kagama.co dan Majalah Kagama. (Kinanthi)
Sumber : kagama.co