Farmasi UGM– Memiliki latar belakang keluarga farmasis, tepatnya ayahnya yang merupakan seorang apoteker, Drs.Mohamad Dani Pratomo, MM., Apt., kini sukses menjadi praktisi di bidang kefarmasian. Sejak setelah menyelesaikan pendidikan Sarjana dan Profesi Apoteker pada tahun 1988, Dani memutuskan untuk terjun di dunia industri kefarmasian. Hingga pada tahun 1994 ia memulai karirnya di PT Phapros dan terus berlanjut sampai pada 2003 ia terpilih sebagai Direktur Utama di PT Phapros. Tidak lama setelah itu, Dani melanjutkan karirnya di PT Indofarma sebagai Direktur Utama hingga tahun 2006.
Karir professional Dani terus berlanjut hingga kemudian ia menjabat sebagai Direktur Produksi di PT Mersifarma TM di tahun 2011 dan terpilih sebagai Presiden Federation of Asian Pharmaceutical Association (FAPA) pada 2014 hingga saat ini. Pencapaian ini tidak bisa dilepas dari track record Dani sebagai professional di bidang farmasi. Bicara soal profesionalisme, menurutnya berada di dunia kerja membutukan profesionalitas dan loyalitas yang baik.
Dalam wawancara ia sempat menyampaikan bahwa untuk menjadi professional yang handal, anak muda sekarang harus mulai menentukan fokusnya masing-masing. Bagi Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) periode 2009-2013 ini, fokus sangat berkaitan dengan passion masing-masing orang. Karena jika segala sesuatu dikerjakan sesuai dengan passion, maka seseorang tersebut akan dapat all out di bidangnya “Untuk itu kita perlu bertanya kepada diri sendiri, passion kita itu apa?” kata Dani.
Selain passion, beberapa hal lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah logika berpikir dan sikap empati. Dengan logika berpikir yang baik, maka akan dapat memperhitungkan segala resiko dari setiap tindakan. Logika berpikir dapat dilatih sejak dini, yaitu dengan membiasakan untuk berpikir sistematis dan terkontrol.
“Begitu pula dengan sikap empati, kita bisa mulai membiasakan diri dengan mengasah kepekaan hati dan pikiran,” kata Dani. Diakuinya, bahwa mahasiswa saat ini didominasi oleh generasi Z yang mana memiliki keunikan tersendiri, yaitu bersifat global, connected, dan individual. Itu artinya mereka adalah generasi yang tumbuh dalam era dimana akses informasi mengalir dengan sangat cepat. Ditambah dengan perkembangan dunia digital saat ini yang turut mempengaruhi cara berinteraksi sosial antar individu. “Tidak hanya soal interaksi, tapi juga dalam menggali informasi, anak muda sekarang cenderung hanya melihat yang nampak di permukaan saja,” imbuh Dani.
Hal ini berdampak pada cara pandang masing-masing individu. “Fenomena saat ini menunjukkan kalau anak muda lebih fokus pada hasil daripada prosesnya,” ungkap Dani. Menyadari kondisi tersebut, Presiden South East Asia Regional Pharmaceutical Forum tersebut mengingatkan kepada para mahasiswa, khususnya mahasiswa Farmasi UGM untuk tidak mengesampingkan setiap proses hingga mencapai hasil yang maksimal.
Generasi saat ini dipandang tidak loyal, dan ini perlu menjadi perhatian bersama. Perusahaan dan lembaga pendidikan pun juga harus improve untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini. Karakter generasi Z yang tidak mudah puas, layaknya diimbangi dengan memberikan wahana kreatif yang dapat memenuhi hasrat mereka dalam berinovasi. Serta, peran serta lingkungan sekitar juga diperlukan untuk menanamkan sikap empati dan saling menghormati. “Soft skill yang dimiliki mahasiswa sudah seharusnya dibarengi dengan life skill juga,” tutup Dani. (Humas FA/ Yeny)