Mahasiswa Fakultas Farmasi UGM Kembangkan Solusi Inovatif Atasi Resistensi Candida albicans melalui Obat Antipsikotik

Yogyakarta, 30 September 2025 — Resistensi jamur patogen Candida albicans terhadap obat antijamur golongan azol menjadi salah satu persoalan serius dalam bidang kesehatan. Menyikapi tantangan tersebut, tim mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mengembangkan riset inovatif dengan memanfaatkan obat antipsikotik sebagai kandidat terapi baru yang berpotensi memberikan solusi efektif dan terjangkau.

Riset ini digagas oleh Davin Elian Qariru bersama tim yang terdiri atas Rafif Ananda Putra, Muhammad Yusuf Alfaqih, Ardipta Feyant Santoso, dan Ni Komang Wijayanti Sinta Dewi, dengan bimbingan dosen pendamping apt. Setyowati Triastuti Utami, Ph.D.

Data global menunjukkan bahwa infeksi jamur invasif menyerang lebih dari 6,5 juta jiwa di 120 negara setiap tahun dengan angka kematian yang tinggi. Candida albicans, sebagai salah satu penyebab utama infeksi, memiliki tingkat mortalitas hingga 56,15%. Permasalahan semakin kompleks dengan munculnya strain yang resisten terhadap obat golongan azol, padahal kelompok obat ini merupakan lini terapi utama.

“Pilihan antijamur masih terbatas. Jika resistensi semakin meluas, terapi harus menggunakan obat yang lebih mahal dengan risiko efek samping yang berat. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif pengobatan yang efektif sekaligus terjangkau,” jelas Davin.

Dalam penelitian ini, tim mengusulkan pendekatan drug repurposing, yaitu pemanfaatan obat yang telah digunakan untuk indikasi lain agar dapat diaplikasikan pada penyakit berbeda. Antipsikotik seperti haloperidol, klorpromazin, flufenazin, dan olanzapin diketahui memiliki potensi antijamur, namun efektivitasnya terhadap strain resisten masih jarang diteliti. Melalui metode molecular docking, difusi padat, kemosensitisasi, dan MIC90, tim meneliti interaksi antipsikotik dengan protein transporter penyebab resistensi (CaCDR1, CaCDR2, dan CaMDR1) serta mengevaluasi sinerginya dengan flukonazol.

Hasil awal penelitian menunjukkan bahwa antipsikotik mampu menghambat pertumbuhan jamur resisten dan meningkatkan sensitivitas terhadap flukonazol. Temuan ini membuka peluang bagi obat antipsikotik untuk dimanfaatkan sebagai agen kemosensitizer maupun alternatif antijamur.

“Jika hasil ini dapat dikembangkan lebih lanjut, terapi berbasis antipsikotik bisa menjadi solusi cepat sekaligus hemat biaya dibandingkan pengembangan obat baru. Hal ini juga sejalan dengan upaya mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” tambah Rafif.

Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Farmasi UGM ini tidak hanya menawarkan solusi terhadap resistensi antijamur, tetapi juga berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Secara khusus, penelitian ini mendukung SDG 3 (Good Health and Well-being) dengan meningkatkan akses terhadap kesehatan yang lebih baik, serta SDG 9 (Industry, Innovation, and Infrastructure) melalui pengembangan inovasi dalam bidang farmasi.

“Harapan kami, penelitian ini menjadi langkah awal lahirnya terapi inovatif yang lebih efektif dan terjangkau untuk menjawab tantangan resistensi jamur di masa depan,” tutup Davin.

Share this post
Type Keyword to Search