Pada awalnya identifikasi suatu senyawa dilakukan dengan mengamati reaksi-reaksi kimia, yaitu dengan cara mendestruksi senyawa yang diidentifikasi. Kemudian hasil destruksi dipergunakan untuk menyimpulkan molekul asal. Selain dilakukan reaksi-reaksi kimia pada gugus fungsional yang ada pada molekul itu.
Menurut Prof. Dr. Sugeng Riyanto, M.S., Apt dalam proses identifikasi pada umumnya dicari reaksi-reaksi yang dapat diamati. Cara-cara ini awalnya cukup memadai, namun setelah diketemukan sedemikian banyak senyawa baru, dan struktur molekulnya meningkat menjadi lebih rumit, maka metode konvensional ini menjadi tidak memadahi lagi. Meskipun demikian metode ini masih sering digunakan sebagai pelengkap identifikasi. “Seandainya metode konvensional ini masih dipergunakan untuk menentukan struktur molekul senyawa baru, new compounds, niscaya pekerjaan itu tentu akan membutuhkan waktu yang lama,” ujar Prof. Sugeng Riyanto di Balai Senat, Rabu (14/12) saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Farmasi UGM.
Oleh karena itu sebagai penggantinya untuk identifikasi suatu senyawa sebaiknya dipergunakan metode spektroskopi. Sebab metode spektroskopi menjadi metode mutakhir untuk elusida struktur molekul. Spektroskopi sendiri merupakan bidang ilmu yang mempelajari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan materi. “Dengan spektroskopi ataupun spektrofotometri, jelas berarti melibatkan foton atau gelombang elektromagnetik berinteraksi dengan materi,” tutur pria kelahiran Bojonegoro, 4 Oktober 1951.
Kata Sugeng Riyanto untuk keperluan elusidasi struktur suatu senyawa maka diperlukan spektroskopi ultraviolet-visibel, inframerah, resonansi magnetic nuklir dan spektroskopi massa. Sementara sampel yang dibutuhkan adalah senyawa murni dengan bobot lebih kurang 10 miligram. “Data spektroskopi ini berupa spektra untuk diinterprestasikan dan informasi dari data ini saling mendukung untuk dapat disimpulkan struktur molekulnya,” jelas suami Nanik Suharyani, ayah dua anak yang mengucap pidato “Peran Spektroskopi Pada Identifikasi Kandungan Tanaman Obat”.
Lebih lanjut Dosen Bagian Kimia Farmasi, Fakultas farmasi UGM menjelaskan identifikasi senyawa menggunakan reaksi-reaksi kimia memiliki banyak keterbatasan dan tidak seteliti dan setepat metode spektroskopi. Identifikasi secara konvensional untuk senyawa yang struktur molekulnya rumit memerlukan waktu yang lama hingga berbulan-bulan dan malah mungkin struktur molekulnya tidak dapat ditemukan. “Metode spektroskopi sangat diperlukan, karena untuk identifikasi senyawa pada publikasi Jurnal Internasional yang baik harus disertakan data spektroskopi, terlebih bila senyawa tersebut baru, new compounds,” jelas Sugeng.
Sayang harga instrumen untuk pemeriksaan spektroskopi ini memang tidak murah, untuk spektrofotometer UV-Vis dan inframerah sudah banyak laboratorium kimia yang memiliki, namun yang masih memprihatinkan adalah Perguruan Tinggi di Indonesia banyak yang belum memiliki NMR dengan resolusi tinggi. “Sehingga hal ini menjadi kendala peneliti untuk publikasi bila penelitiannya hingga ke tingkat molekuler,” pungkasnya.
Sumber : Portal UGM