Pusat Informasi Obat Gadjah Mada (PIOGAMA) Fakultas Farmasi UGM mengadakan Seminar Nasional Pharmadyas 2017, Sabtu (16/9) di Auditorium Magister Manajemen UGM. Mengangkat tema “Peran Apoteker dalam Menyikapi Maraknya Periklanan Obat dan Pembelian bat Online,” seminar tersebut menghadirkan beberapa pembicara ahli di bidang kefarmasian. Beberapa pembicara ahli dalam seminar tersebut, yakni Dra. I Gusti Ayu Adhi Aryapani, Apt. (Kepala Balai Besar POM DIY) dan Dr. Nanang Munif Yasin, M.Pharm, Apt (Wakil Direktur LPPOM MUI DIY).
I Gusti Ayu Aryapatni pada kesempatan tersebut menyampaikan materi terkait kebijakan dalam pengawasan iklan obat tradisional. Dalam materinya yang berjudul “Kebijakan dan Strategi Badan POM dalam Pengawasan Iklan Obat Tradisional” Ary menyampaikan ada beberapa permasalahan iklan obat tradisional. Salah satu masalah tersebut yakni tingkat pelanggaran iklan obat tradisional yang masih cukup tinggi. Tingginya pelanggaran, menurut Ary, disebabkan oleh kesadaran terhadap regulasi yang masih rendah. Selain itu, Ary mengatakan bahwa belum optimalnya penanganan dan tindak lanjut pengawasan publikasi serta promosi pada media penyiaran lokal.
“Badan POM berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain terus berupaya megawasi seluruh iklan obat yang beredar di berbagai media,” ujar Ary.
Ary menjelaskan tren pelanggaran iklan obat tradisional memiliki banyak bentuk. Pelanggaran dapat berbentuk iklan produk tidak terdaftar atau ilegal, termasuk di e-commerce. Selain itu, terdapat pelanggaran iklan dengan kegunaan atau manfaat untuk penyakit yang perlu didiagnosis dan penanganan dokter. “Ada banyak bentuk pelanggaran iklan, paling kerap dijumpai adalah iklan yang mencantumkan klaim berlebihan,” jelas Ary.
Sementara itu, Nanang menambahkan bahwa kritera informasi obat tradisional harus obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan. Obyektif yang dimaksud Nanang adalah tidak menyimpang dari klaim yang disetujui. Informasi obat tradisional harus lengkap yakni mencantumkan tentang informasi kegunaan, cara penggunaan, kontra indikasi, efek samping, peringatan dan perhatian.
“Informasi yang disampaikan pada iklan harus jujur, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekhawatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan,” ujar Nanang.
Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Agung Endro Nugroho, M.Si., Apt., berharap seminar ini dapat meningkatkan kepedulian dan kehati-hatian masyarakat dalam merespons iklan obat yang beredar di berbagai media. Ia berharap masyarakat dapat lebih waspada saat menjumpai iklan-iklan yang mencantumkan informasi klaim yang berlebihan.
“Iklan dengan klaim berlebihan dapat menyesatkan masyarakat. Iklan obat harus berdasar fakta empiris dan ilmiah,” ujar Agung. (Humas UGM/Catur)