KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Obat herbal dipercaya mampu mendukung terapi suportif atau komplementer dan simtomatik Covid-19.
Sebagai contoh, meminum racikan empon-empon seperti jahe, kunyit dan temulawak dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Agung Endro Nugroho,Ph.D.,Apt., mengungkapkan bahwa obat herbal di Indonesia mempunyai potensi lebih besar membantu mengatasi Covid-19, dibandingkan obat dari luar negeri.
Ada pun manfaatnya, bisa meningkatkan sistem imun, serta menyembuhkan flu dan demam.
Hal tersebut Agung paparkan dalam forum diskusi daring bertajuk Herbal Indonesia untuk Covid-19, pada Jum’at (01/05/2020).
Agung menyebut Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman terbesar ke-3 di dunia, termasuk tanaman obat.
Beberapa obat tradisional yang menjadi andalan, di antaranya jamu gendong, minuman tradisional, produk jamu, obat herbal terstandarisasi.
Meskipun demikian, pasar obat tradisional di Indonesia hanya 9 persen. Lebih rendah dari obat kimia yang mencapai 45 persen.
“Hal ini merupakan tantangan bagi Indonesia untuk memperluas pasar obat herbal,” jelasnya.
Dalam kesempatan serupa, GM Manufacture PT Air Mancur, Drs. Bambang Priyambodo menjelaskan, selama ini akses menjadi masalah utama terhambatnya pengembangan pasar obat tradisional.
“Siapa pun termasuk pegiat jamu, tidak bisa sembarangan mengakses rumah sakit.”
“Untuk uji coba saja, protokol kesehatan yang harus dipenuhi sulitnya luar biasa,” ujarnya.
Demikian juga terkait izin edar obat tradisional untuk dipasarkan atau dikonsumsi, harus melalui proses yang memakan waktu lama yakni, minimal enam bulan.
Bambang menjelaskan, barangkali kesulitan inilah yang membuat Indonesia belum bisa menciptakan jamu yang manjur. Dalam hal ini terbukti khasiatnya secara klinis.
Agung menambahkan, Indonesia perlu memanfaatkan kekayaan obat bahan alam itu untuk pencegahan penularan Covid-19.
“Pengobatan tersebut, utamanya untuk pasien dengan gejala ringan dan sedang,” jelas Agung.
“Terlebih lagi saat ini dunia sedang diserang pandemi Covid-19,” jelasnya.
Senada dengan Bambang, Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia, dr. Inggrid Tania, M.Si, menyoroti protokol Uji Klinik Obat Herbal Indonesia.
Mengingat rumitnya perizinan yang memakan waktu lama, Pemerintah perlu membuat prosedur Pendaftaran Obat Herbal Indonesia yang sederhana dan cepat.
Tetapi, kata Inggrid, protokol Uji Klinik Obat Herbal Indonesia jangan disamakan dengan Protokol Uji Klinik Obat Konvensional.
Pasalnya, uji klinik obat konvensional dan obat herbal Indonesia memiliki standar yang berbeda.
“Saya pribadi mengharapkan adanya kebijakan khusus terkait obat herbal Indonesia,” terangnya.
Covid-19 Momentum Branding Obat Herbal
Selain potensi dan aspek uji klinik, perihal branding obat juga hal yang perlu diperhatikan.
Hal tersebut disampaikan oleh Founder Jamu Digital, PT. Global Medisina Indonesia Drs. Karyanto, MM dalam kesempatan tersebut.
Jamu Indonesia, kata dia, perlu strategi branding yang lebih baik dan efektif. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan momentum.
“Namun, sayangnya Indonesia melewatkan momentum Covid-19 untuk menaikkan brand obat herbal hingga mendunia,” ujar Founder Jamu Digital, PT. Global Medisina Indonesia Drs. Karyanto, MM.
Menurutnya, semua elemen masyarakat harus bersinergi untuk melakukan branding obat herbal Indonesia.
Di samping itu, penting untuk memperhatikan banyaknya informasi hoaks yang beredar tentang obat herbal.
“Pemerintah maupun produsen perlu mensosialisasikan fakta yang jelas terkait khasiat obat herbal, dalam rangka menumbuhkan persepsi positif masyarakat tentang obat herbal tersebut,” jelas Karyanto.
Sebetulnya, terdapat Produk Herbal Indonesia yang khasiatnya sepadan dengan Produk Herbal Asing, baik dalam bentuk Produk maupun Komponen Penyusunnya (Tanaman Obat).
Hal tersebut telah diamati oleh dosen Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Prof. Dr. apt Zullies Ikawati.
Seperti jamu Obat Herbal Standar (OHT), bisa digunakan untuk pasien OTG, PDP, ODP, dengan gejala ringan.
“Kendalanya masih ada pada izin edar yang rumit dan memakan waktu lama,” ujar Zullies.
Karyanto menambahkan, pihaknya kini juga mengupayakan Produk Herbal Indonesia bisa masuk ke sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Membawa produk herbal OHT maupun fitofarmaka menjadi bagian dari JKN, akan meningkat track record produk herbal tersebut,” jelasnya.
Selain narasumber tersebut di atas, narasumber lain yang juga hadir yakni dosen Departemen Biologi Farmasi, Dr. rer. nat. apt. Nanang Fakhrudin, Wakil Ketua Umum GP Jamu Indonesia, Jony Yuwono.
Ada juga pengurus GP Jamu Ketua Bidang Penelitian, Pendidikan, Pengembangan Jamu, Pengobatan Jamu, Standarisasi dan Saintifikasi Jamu, Drs. apt. Sri Wahyono, Drs. apt. Victor S Ringoringo SE.,M.Sc., dari PT Deltomed, dan Dosen Farmasi UGM, Departemen Biologi Farmasi, Prof.Dr.apt Suwidjiyo Pramono. (Kn/-Th)
Sumber : kagama.co