KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang luas bagi bangsa-bangsa di dunia, tak terkecuali Indonesia.
Dari segi pertumbuhan ekonomi, banyak industri dan berbagai kegiatan bisnis mengalami kesulitan.
Hal tersebut disampaikan oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng, D.Eng, dalam acara Rapat Senat Terbuka, Dies Natalis ke-74 Fakultas Farmasi UGM, yang digelar pada Selasa (29/09/2020) secara daring.
“Begitu juga ancaman pemutusan hubungan kerja terjadi di berbagai sektor. Bertambahnya jumlah pengangguran tak dapat dihindari, berkurangnya kesempatan kerja bagi lulusan baru,” ujarnya.
Menurut Panut, situasi sekarang membutuhkan peran dari perguruan tinggi untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul.
Di sisi lain, pandemi Covid-19, kata Panut, mempersatukan semua orang.
Hal tersebut bisa dilihat dari solidaritas dan kepedulian yang semakin kuat, sehingga membangkitkan jiwa gotong royong masyarakat. Kemudian memacu kreativitas dan inovasi.
Terbukti hasil kerja sama perguruan tinggi di Indonesia dengan para mitra, terkait penemuan vaksin, obat, alat kesehatan, serta usaha-usaha pemulihan ekonomi, telah memberikan hasil yang patut diapresiasi.
“Semoga kerja sama ini semakin erat dan nyata di era adaptasi kebiasaan baru dan pasca pandemi Covid-19.”
“Agar bangsa Indonesia cepat menjadi bangsa yang mandiri dan berdaya saing,” jelas pria kelahiran 1960 itu.
Menurut Panut, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan menjadi adidaya teknologi dan ekonomi yang diakui di kancah global.
Hal itu jika modal sosial, kreativitas, dan inovasi yang telah didapatkan dari pandemi ini dapat terus dipertahankan di masa adaptasi kebiasaan baru.
Banyak sektor terdampak akibat Covid-19, tetapi pada Triwulan II 2020, pertumbuhan ekonomi industri kimia, farmasi, dan obat tradisional naik menjadi 8,5 persen.
“Di masa pandemi, permintaan masyarakat akan obat-obatan dan suplemen meningkat. Sayangnya, tingginya permintaan itu tidak didukung oleh ketersediaan bahan baku obat dalam negeri.”
“Banyak sumber menyebutkan, 90 persen bahan baku obat sampai saat ini masih diimpor.”
Walaupun Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan inpres No.6 Tahun 2016 tentang kemandirian dan peningkatan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri,” tutur pria asal Kebumen, Jawa Tengah ini.
Lemahnya industri nasional tidak terlepas dari pilihan paradigma pembangunan sejak pembangunan jangka panjang pertama, yang mendalkan sumber daya dan kekayaan alam Indonesia.
Pada saat itu penekanan pembangunan diarahkan pada melimpahnya sumber daya alam dan tenaga kerja kerja murah.
Usaha untuk menggeser fokus pembangunan dengan pengembangen SDM untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pembangunan industri strategis sudah dilakukan.
Namun, sampai saat ini belum berhasil. Saat ini pemerintah telah merancang Making Indonesia 4.0, sebagai peta jalan yang terintegrasi untuk mengimplementasi sejumlah strategi demi menyongsong regulasi industri 4.0.
“Untuk mewujudkan ini, diperlukan peran dari berbagai kepentingan. Seperti pemerintah, pelaku industri, akademisi, masyarakat, dan media.”
“Saya berharap Fakultas Farmasi UGM dapat memimpin dalam usaha memajukan industri farmasi di Indonesia.”
“Dengan kerja keras sivitas akademika dan para alumninya, saya yakin Fakultas Farmasi bisa maju dan mendunia.”
“Semoga di usianya yang ke-74 ini Fakultas Farmasi memimpin dan berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berbuat banyak untuk kesejahteraan dan kemanusiaan,” pungkasnya. (Kn/-Th)
Sumber : kagama.co