Farmasi UGM – Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt., menanggapi terkait video viral yang beredar di masyarakat yang menyatakan bahwa interaksi obat mengakibatkan kematian pada pasien Covid-19. Beliau menegaskan bahwa interaksi obat tidak semudah itu dapat membuat seseorang meninggal dunia termasuk pasien Covid-19.
Menurutnya, interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain ketika digunakan bersama-sama pada seorang pasien. Secara umum, interaksi ini tidak semuanya berkonotasi berbahaya karena sifat interaksi itu dapat menyebabkan meningkatnya efek farmakologi obat lain (sinergis) atau mengurangi efek obat lain (antagonis). “Bisa meningkatkan, atau mengurangi efek obat lain. Interaksi obat juga ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Jadi, tidak bisa digeneralisir dan harus dikaji secara individual,” ujarnya.
Banyak kondisi penyakit yang membutuhkan lebih dari satu macam obat, apalagi jika penyakitnya lebih dari satu. Bahkan, satu penyakit pun bisa membutuhkan lebih dari satu obat seperti hipertensi. “Pada Covid yang bergejala sedang sampai berat misalnya, sangat mungkin diperlukan beberapa obat untuk mengatasi berbagai gejala tersebut. Justru jika tidak mendapatkan obat yg sesuai dapat memperburuk kondisi dan menyebabkan kematian,” ungkap Zullies.
Interaksi obat bisa merugikan jika adanya suatu obat dapat menyebabkan berkurangnya efek obat lain yang digunakan bersama. Atau bisa juga adanya suatu obat yang memiliki risiko efek samping yang sama dengan obat lain yang digunakan bersama sehingga akan semakin meningkatkan risiko total efek sampingnya. Jika efek samping tersebut membahayakan, tentu hasil akhirnya akan membahayakan. Selain itu, peningkatan efek terapi suatu obat akibat adanya obat lain juga dapat berbahaya jika efek tersebut menjadi berlebihan.
Lalu, bagaimana menghindari interaksi obat?
Menurut Zullies sebetulnya itu tergantung dari mekanisme interaksinya, apakah pada aspek farmakokinetik (memengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain), atau farmakodinamik (ikatan dengan reseptor atau target aksinya). Ada interaksi obat yang bisa dihindari dengan cara mengatur cara pemberiannya supaya tidak diberikan dalam satu waktu, ada pula yang diatur dengan cara menyesuaikan dosis, atau bahkan ada yang dihindari dengan mengganti sama sekali dengan obat lain yang kurang berinteraksi.
“Sekali lagi, hal ini tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual. Bahkan, kadang tidak semua kejadian interaksi obat itu bermakna klinis, walaupun secara teori ada kemungkinan interaksi,”tegas Zullies.
Sumber : Portal UGM
Editor : Humas FA | Foto : Freepik.com