Farmasi UGM – Rangkaian kegiatan Pengkajian Formularium Nasional (Fornas) 2017 yang merupakan kerja sama antara Fakultas Farmasi dan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta ditutup dengan Sidang Pleno hasil pengkajian. Bertempat di Ruang Sidang Unit V Fakultas Farmasi UGM, acara yang dihadiri oleh seluruh dosen Farmasi UGM yang tergabung dalam Tim Preseptor, Dinas Kesehatan Kota Yogyarta yang diwakili oleh Dra. Arrosianti Z., Apt., serta seluruh apoteker puskesmas wilayah kerja Kota Yogyakarta ini bertujuan untuk menelaah bukti ilmiah obat yang tidak masuk dalam daftar obat Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Fornas sendiri dimulai sejak tanggal 7 November 2017 lalu dengan mengundang Dr. Ika Puspita Sari, M.Si., Apt. untuk memaparkan materi tentang Evidence Based Medicine (EBM). Masih mengenai EBM, tim Fornas juga menyelenggarakan Focused Group Discussion (FGD) pada tanggal 21 dan 28 November 2017. Dalam acara tersebut, peserta berkesempatan mempraktikkan cara penelusuran EBM dan mempresentasikan hasilnya secara langsung sehingga para apoteker memiliki bekal kemampuan dalam melakukan telaah kritis atau yang juga disebut critical appraisal.
Sebagai bentuk pertanggung jawaban tim Fornas, maka diadakanlah Sidang Pleno yang dilaksanakan pada hari Kamis, 22 Maret 2018. Hal ini guna memfasilitasi anggota tim dalam mempresentasikan seluruh hasil pengkajian yang telah dilakukan kepada narasumber, yaitu Prof. Dr. Sri Suryawati, Apt. yang juga merupakan anggota Tim Fornas Indonesia. Melalui Sidang Pleno Fornas 2018, Suryawati menyampaikan pentingnya telaah obat diluar daftar obat FKTP. Setidaknya ada sekitar 19 obat di Kota Yogyakarta yang diperjual belikan di pasaran bebas dan sering diresepkan kepada pasien Puskesmas yang dibahas dalam Fornas kali ini.
Beliau juga menyampaikan kriteri-kriteria obat yang dapat dimasukkan dalam Fornas. Setidaknya ada empat syarat minimal yang harus dipenuhi agar suatu obat dapat terdaftar dalam Fornas antara lain tersedianya bukti terkuat dalam hal efikasi dan keamanan obat untuk indikasi yang dimaksud, kemudian ketersediaan produk, serta kesesuaian produk dengan masyarakat pengguna, dan yang terakhir adalah pertimbangan biaya. Di samping empat komponen utama tersebut, obat juga masih harus memenuhi cakupan pelayanan dan pertimbangan biaya yang tidak boleh mengalahkan pertimbangan efikasi dan keamanan. Maksudnya adalah bahwa alasan harga obat yang mahal tidak boleh menjadi penghalang suatu obat tertolak untuk didaftarkan dalam Fornas selama obat tersebut memang memiliki bukti terkuat dalam hal efikasi dan keamanan.
Suryawati mengingatkan bahwa daftar Fornas bersifat dinamik yang berarti bahwa obat dapat dikeluarkan dari daftar, obat dapat ditambahkan ke dalam daftar, atau suatu obat dalam daftar dapat disubtitusi dengan obat lain yang sebelumnya tidak terdaftar dalam Fornas. Selain itu, semua usulan perubahan daftar obat harus disertai dengan bukti pendukung terkait berdasarkan pertimbangan empat komponen dan cakupan pelayanan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dan bukti pendukung tersebut haruslah sebuah hasil critical appraisal artikel hasil penelitian dengan level of evidence berupa meta-analysis atau systematic review. (Mawardi/Muvita)
Yang terpenting lagi, obat harus memiliki izin edar (NIE)
Luar biasa
Mantap… Siapa dulu Narasumbernya..