Farmasi UGM – Presiden Federation of Asian Pharmaceutical Association (FAPA), Drs. Mohamad Dani Pratomo, MM., Apt., menyampaikan pandangannya mengenai kebutuhan kompetensi farmasis di era Revolusi industri 4.0 pada ‘Workshop Penyusunan Visi, Misi, RENSTRA, dan RENOP Fakultas Farmasi UGM 2018-2022’. Dengan mungusung tema ‘Internasionalisasi Fakultas Farmasi UGM Menyongsong Era Revolusi Industri 4.0’, Fakultas Farmasi berharap dapat menjaring aspirasi dari berbagai pihak untuk mengembangkan sistem pendidikan yang ada di Farmasi UGM.
Dalam atmosfir globalisasi, dunia pekerjaan memang menawarkan persaingan terbuka. Terlepas dari seberapa hebatnya kemampuan seseorang, soft skill dan kemampuan tambahan sangat diperlukan untuk melengkapi kompetensi bidang keilmuannya. Terkait hal itu, Dani yang merupakan salah satu praktisi farmasi di Indonesia menyampaikan bahwa industri farmasi sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk pertumbuhan perekonomian di Indonesia. “Jangan sampai 5 sampai 10 tahun mendatang, negara kita hanya bisa mengandalkan impor saja,” ungkapnya. Untuk mengantisipasi dampak negatif dari persaingan terbuka, Indonesia harus menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan memiliki nilai lebih, khususnya di bidang kefarmasian.
Fenomena globalisasi dalam Era Revolusi Industri 4.0 menempatkan Perguruan Tinggi di Indonesia sebagai agen untuk mencetak SDM berkualitas. Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Teknologi Informasi UGM, Dr. Supriyadi, M.Sc., CMA., CA., Ak., yang turut menjadi pembicara dalam ‘Workshop Penyusunan Visi, Misi, RENSTRA, dan RENOP Fakultas Farmasi UGM 2018-2022’ pada 9 November lalu membenarkan pandangan tersebut. Sebagai salah satu perguruan tinggi tertua di Indonesia, UGM telah siap dengan konsep baru. Saat ini, sistem pendidikan di UGM diarahkan untuk dapat mencetak SDM yang memiliki kompetensi berkelas internasional.
Supriyadi menyampaikan bahwa untuk mendorong tercapainya pendidikan yang diinginkan, maka kualitas fasilitas di Perguruan Tinggi juga harus dibuat baik, termasuk diantaranya laboratorium. Terlebih dalam bidang ilmu farmasi, keberadaan laboratorium tidak bisa terlepas dari proses pembelajarannya. Di Era Revolusi Industri 4.0, kemampuan dan fasilitas yang ada di Perguruan Tinggi perlu untuk diitegrasikan dengan Teknologi Informasi (TI). Hal ini juga berguna untuk menjawab kebutuhan generasi milenial dan generasi Z yang sangat dekat teknologi dan internet, gadget dan kecepatan informasi.
Turut hadir dalam acara tersebut, para alumni Farmasi UGM yang bekerja sebagai praktisi dan apoteker. Selain itu, dalam workshop tersebut juga melibatkan stake holder, tenaga kependidikan, mahasiswa dan seluruh dosen Fakultas Farmasi UGM. Keterlibatan berbagai pihak, baik antara pemerintah, akademis, serta praktisi akan dapat menunjang terciptanya sistem pendidikan yang mampu menghasilkan SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kefarmasian saat ini dan masa depan. (Humas FA/ Yeny)