Farmasi UGM – Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM, Dra. Mayagustina Andarini, M.Sc., Apt., kunjungi Fakultas Farmasi UGM pada 16 Januari 2018. Pada kunjungannya kali ini, Maya menyampaikan tentang pengembangan produk herbal di Indonesia. Dengan didampingi beberapa staf BPOM, Maya juga menyinggung tentang kebijakan di bidang kesehatan di China dan India yang dapat semakin menumbuhkan industri obat-obatan herbal. “Ini dapat menjadi gambaran bagi kita dalam mengembangkan obat-obatan bahan alam, apalagi kita punya banyak sumber daya bahannya,” kata Maya. Di China dan India, pemerintah telah memberlakukan kebijakan terkait penggunaan herbal yang dapat menguntungkan produsen lokal dengan tanpa mengesampingkan kualitas produk dan manfaat untuk masyarakatnya.
Tentu hal ini dapat menjadi angin segar bagi para peneliti dan pengembang obat-obatan herbal dan jamu di tanah air. Bertempat di Ruang SIdang Unit V, Prof. Dr. Agung Endro Nugroho, M.Si., Apt., selaku Dekan Farmasi UGM yang saat itu juga turut serta menyambut para tamu dari BPOM mengungkapkan dukungannya. Sebagai salah satu instansi pendidikan kefarmasian, rancangan kurikulum pendidikan Farmasi UGM juga telah dirancang sedemikian rupa untuk mengakomodir penelitian akan bahan alam
Berangkat dari hal tersebut, tentu harus dipikirkan pula mengenai standardisasi bahan baku herbal. Saat ini, BPOM telah melakukan upaya preventif dengan membuat SOP bagi obat-obatan impor, termasuk juga diantaranya produk herbal. “Kami mewajibkan obat-obatan herbal dari luar negeri harus melakukan uji klinis sesuai standar yang ditetapkan secara nasional,” kata Maya. Langkah ini juga diambil untuk memberikan waktu pada produsen lokal dalam mengembangkan obat herbal sehingga mampu bersaing dengan produk impor.
Untuk mendorong tumbuhnya industri jamu dan obat herbal, BPOM turut mengajak berbagai perguruan tinggi negeri kefarmasian dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (RISTEKDIKTI) untuk terus berinovasi dalam mengembangkan jamu dan obat herbal. Diharapkan pula, para peneliti dapat menggandeng para pelaku Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM) untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, khususnya terkait pengembangan jamu dan obat herbal.
Kepala Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Drs. Tepy Usia. Apt. M., Phil, Ph.D., yang saat itu juga hadir dalam pertemuan tersebut juga mengamini wacana tersebut. Sebagai negara yang kaya akan biodiversitas nomor 2 di dunia setelah Brazil, bukan tidak mungkin Indonesia dapat mendominasi pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal melalui pengembangan jamu menjadi herbal terstandar dan fitofarmaka. (Humas FA/ Yeny)