Farmasi UGM – Menyandang predikat sebagai mahasiswa lama tidak membuat Baharudin Aritonang menyesal. Bagaimana tidak, selama sembilan tahun menjadi bagian dari mahasiswa Fakultas Farmasi UGM, ia banyak sekali mendapatkan ilmu, pengalaman, hingga koneksi. Dalam kesempatan ini, Dr. Baharuddin Aritonang, Apt. berkesempatan untuk berkisah tentang karirnya hingga saat ini.
Pernah bercita-cita untuk bekerja di bidang yang berhubungan dengan laboratoriuam kimia praeparatif, Baharudin Aritonang malah sukses berkiprah di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan menulis sejumlah buku. “Karir saya memang agak jauh menyimpang dari farmasi”, ungkapnya. Namun hal ini justru membuktikan bahwa kampus tidak hanya mengajarkan tentang ‘teks book’ saja.
Disini, dapat dilihat perlunya mengembangkan soft skill, juga melatih kemampuan mengatur dan mengorganisasi diri, serta disiplin dalam mengatur waktu. Seperti yang diketahui, selain kuliah, mahasiswa juga disibukkan dengan praktikum, sehingga harus sering-sering membaca buku dan menyusun laporan. “Belum lagi, jaman dulu fasilitas untuk berorganisasi dan berkegiatan minim sekali”, kenang laki-laki yang pernah menjadi Ketua I Dewan Mahasiswa UGM periode 1976-1978 itu. Hal ini membuat ia dan teman-temannya harus berpikir kreatif dan mengeluarkan effort lebih.
Imbasnya, saat ini Baharudin sudah terbiasa untuk disiplin mengatur waktu. Kerja, beristirahat, main tenis, bermain sosial media, berdiskusi, menulis artikel ilmiah maupun populer, juga bermain dengan cucu. “Ah, banyak sekali kegiatan yang harus diisi”, kelakarnya. Hingga saat inipun, ia masih sering menulis di media cetak serta jurnal dalam negeri.
Kecintaannya pada dunia tulis menulis sudah nampak pada Baharudin muda kala itu, dimana ia pernah aktif menulis di koran kampus yang saat itu dikenal dengan Gelora Mahasiswa. Kini, ia berhasil membuat beberapa buku diantaranya ‘Orang Batak Berpuasa’, ‘Badan Pemeriksa Keuangan dalam Proses Perubahan’, dan beberapa buku lainnya.
“Jadi kalau diingat-ingat, saya hanya menggunakan soft skill yang saya dapatkan dikala kuliah di kampus biru”, terangnya. Merintis hidup dijalur tulis menulis dengan bekerja di majalah serta menulis di berbagai media, dan menulis banyak buku, serta belajar dan mengasah kepemimpinan dimasa mahasiswa, hingga akhirnya terbiasa berorganisasi yang terkait langsung dengan masyarakat, adalah jalan hidup yang dipilih Baharudin.
Tentang berorganisasi, sudah tidak perlu diragukan lagi. Baru masuk tahun keduanya, alumni Fakultas Farmasi UGM angkatan tahun 1972 tersebut sudah dipercaya menjadi Ketua HMI Farmasi UGM. Kemudian berlanjut menjadi Ketua Kodema (dikampus lain dikenal sebagai Senat Mahasiswa) tahun 1974-1976. “Bersamaan dengan itu, saya juga menjadi anggota Majelis Mahasiswa UGM”, imbuhnya. Disela-sela itu, ia juga masih sempat untuk membina toko mahasiswa, ikut berdemonstrasi, serta rajin menjadi koresponden Jurnal Medika. Setelah lulus pun, Baharudin masih aktif di dunia menulis dengan menjadi redaktur majalah Medika (satu grup dengan majalah Tempo), disamping menjadi PNS di Ditjen POM.
Kini, ia lebih sering berada di Senayan, fokus pada Badan Pekerja MPR, menyiapkan materi Perubahan UUD ‘45. Bidang hukum ini kemudian ia tekuni hingga jenjang S2 dan S3. Ini sangat berguna, karena Baharudin juga ikut merumuskan Perubahan UUD ‘45, serta menyusun UU dibidang Keuangan Negara. “Hingga kemudian saya berkiprah di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)”.
Dari kisah Baharudin Aritonang ini, dapat disimpulkan tentang pentingnya mengembangkan soft skill selama masih menjadi mahasiswa. Tidak ada yang namanya keterbatasan, yang ada adalah berpikir kreatif dan solutif. Memperkuat karakter dan kepribadian adalah hal-hal positif yang bisa dilatih selama menjadi mahasiswa. (Humas FA/ Yeny)