KAGAMA.CO, YOGYAKARTA – Dunia farmasi merasa terancam dengan adanya otomatisasi yang diduga akan menggantikan profesi apoteker.
Walaupun demikian, Direktur Manufaktur PT. Kalbe Farma, Drs. Pre Agusta Siswantoro, MBA, Apt., merasa optimis apoteker akan tetap eksis.
“Revolusi industri 4.0 itu mensimulasikan pekerjaan manusia, sehingga sebetulnya peran manusia tidak akan tergantikan bila manusia bekerja sebagai analytcal development,” ujar Agusta.
Sementara itu, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Drs. Nurul Fallah Eddy Pariang mempunyai pemikiran yang sejalan dengan Agusta.
Nurul membabar strategi menjadi apoteker yang maju di masa kini dalam Seminar Nasional dan Talkshow Kefarmasian bertajuk Perkembangan Paradigma Apoteker dalam Menghadapi Disrupsi Percepatan Inovasi di Era Revolusi Industri 4.0, pada Minggu (20/10/2019) di Hotel Grand Mercure Yogyakarta.
“Di era digital banyak alat bantu canggih yang berguna untuk melancarkan praktik kefarmasian,” ujar Nurul.
Nurul mencontohkan funding machine yang menyediakan obat atau mengoperasikan klinik tanpa tenaga medis.
Selain itu, akses dan pendistribusian obat yang makin canggih, bisa memesan obat secara online dan distribusi obat menggunakan drone.
Ada juga 3D printing yang saat ini bisa dimanfaatkan untuk membuat tulang palsu pengganti tulang retak.
“Obat dikirim pakai drone, boleh saja tapi siapa yang menjamin? Apoteker harus ikut serta. Belum lagi saat ini banyak orang cari informasi soal obat dari internet atau kerabat, ketimbabg apoteker. Ini jadi tantangan,” tandas Nurul.
Menurutnya lalu lintas penjualan obat tidak memberikan jaminan keamanan pasien, sehingga cyber police harus diperketat.
Di samping itu, ada lagi perkembangan Artificial Intelligence (AI), sistem teknologi canggih bisa berperan sebagai konsultan dan bisa memproduksi obat.
Untuk itu, apoteker harus berkembang, jangan sampai kalah dengan mesin. Nurul percaya bahwa peran apoteker tak akan tergantikan.
Saat ini Praktik Kefarmasian sudah dirumuskan dalam UU 36/2009.
Dikatakan Nurul, ini merupakan satu-satunya UU yang menjadi pegangan bagi dunia farmasi, termasuk dalam menghadapi berbagai permasalahan di era revolusi industri 4.0.
Sejak awal, apoteker memiliki wewenang untuk menentukan dosis, pengelolaan, dan pengawasan terhadap obat.
“Dalam pengembangan perannya, dulu orientasi apoteker hanya pada obat saja. Tetapi sekarang sudah berkembang, berorientasi juga pada pasien,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai anggota DPR RI tahun 2004-2009 itu.
Peran apoteker di industri farmasi yaitu membuat dan menjamin mutu sediaan farmasi secara profesional, termasuk dalam hal pendistribusian obat dan pelayanan kefarmasian.
Selanjutnya memastikan sediaan farmasi tersebut benar-benar bermanfaat bagi pasien.
“Kalau bisa menerapkan itu, ini baru namanya apoteker yang bersyukur dan bertanggung jawab. Ada seorang apoteker yang pasiennya sampai 120 orang. Itu karena dia memonitor pasiennya, dia menerangkan dengan jelas obat-obatannya,” ungkap pria yang saat ini juga menjabat sebagai Komisaris Utama PT. Kimia Farma itu.
Dia menjelaskan, muncul dispensing pharmacy (berorientasi produk) vs pharmacitical care (berorientasi pasien).
Dulu tolok ukur layanan keberhasilan dilihat dari jumlah resep, sekarang tolok ukurnya adalah kesembuhan pasien.
Hubungan pelanggan didasarkan pada pasokan produk, kini didasarkan pada keamanan terapi produk.
“Maka dari itu ketika di Kimia Farma, para apoteker Saya adu, banyak-banyakan pasien. Kita mau pasien datang tidak hanya cari obat, tapi cari apotekernya juga,” ujar Nurul.
Nurul menjelaskan fakta di Amerika, 83 persen orang senang dengan sikap impresif dari apoteker, bahkan mereka bersedia membayar untuk bisa berkonsultasi dengan apoteker.
Dirinya mengimbau para apoteker untuk menanamkan profesionalitas apoteker di benak pasien.
“Ayo apoteker, cintai pasien-pasienmu dengan segenap profesionalitas dan kompetensi yang dimiliki. Let’s give our passion love dan kemudian akan banyak passion yang berdatangan. Bonusnya adalah rejeki yang berlimpah,” ujarnya.
Di samping dua pembicara di atas, acara ini dihadiri oleh Dekan Fakultas Farmasi UGM Prof. Dr. Agung Endro Nugroho, S.Si., M.Si., Kasubdit Manajemen dan Klinikal Farmasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian, Dina Sintia Pamela, S.Si., Apt, M.Farm, Kepala Instalasi Farmasi RSUP dr Sarjito, Asri Riswiyanti, SF, Apt, M.Sc, dan Dra.L.Endang Budiarti, M.Pharm, Apt.
Seminar ini merupakan salah satu rangkaian Pharmacious 2019. Selain seminar, sebelumnya telah digelar Debat Nasional Kefarmasian dan Kompetisi Poster Publik yang bertempat di Fakultas Farmasi UGM.
Dalam penyelenggaraannya, tahun ini Pharmacious 2019 antara lain didukung oleh kagama.co dan Majalah Kagama. (Kinanthi)
Sumber : kagama.co